HAKIKAT
PENDIDIKAN FISIKA
A.
Esensi Pendidikan Fisika
Fisika modern telah membawa pengaruh yang dalam pada hampir
semua aspek kehidupan umat manusia. Ia telah menjadi dasar bagi teknologi dan
rekayasa kehidupan yang secara fundamental telah mengubah kondisi-kondisi
kehidupan di muka bumi, baik kemaslahatan yang ditimbulkannya maupun kerusakan
yang dihasilkannya. Saat ini, dapat dikatakan hampir tidak ada satupun industri
yang tidak memanfaatkan hasil-hasil dari sains, dan pengaruhnya dalam struktur politik
dunia dapat dilihat dari perlombaan persenjataan yang semakin canggih. Lebih
jauh, pengaruh sains tersebut sudah bergerak jauh, melampaui batas teknologi
dan secara dramatis telah meluas ke kancah pemikiran dan kebudayaan, dimana
pengaruh tersebut menuntun manusia pada terjadinya revisi mendasar atas
konsepsi manusia tentang alam semesta dan relasi manusia terhadapnya.
Pesatnya
perkembangan ilmu fisika pada abad ke 20 merupakan sebuah fakta, yang dengan
jelas digambarkan oleh popularnya istilah ‘Teori Relativitas’ dan ‘Teori
Kuantum’ di lingkungan masyarakat. Salah satu
perkembangan fisika Abad ke-20 adalah pemahaman gravitasi ke relativitas
khusus. Isaac Newton (1642-1727), meletakkan dasar-dasar penalaran ilmiah dari
banyak disiplin ilmu, dan mempunyai andil yang sangat besar pada perkembangan
ilmu serta pemikiran filsafat. Teori
Gravitasi Newton mempersatukan teori gerakan linear lurus yang dikemukakan
Galileo dengan gerakan linear dalam garis tertutup yang diajukan oleh Keppler.
Hukum-hukum Mekanika Newton memberi inspirasi pada pembuatan alat-alat bantu
sederhana dalam kehidupan manusia. Apalagi prinsip-prinsip mekanik Newton
dipacu secara spektakuler oleh temuan mesin Uap oleh James Watt tahun 1765.
Dengan dua pilar itu dunia memasuki dunia industri. Selama
dua abad para ilmuwan bersepakat bahwa Newton telah membuat garis besar system
of the world. Sampai akhir abad ke-19, para ilmuwan telah memiliki gambaran
komprehensif tentang bagaimana kerja dunia. Sejumlah orang besar telah
menyelesaikan problem besar. Tugas penerus hanyalah mengisi detil, untuk
menambah angka desimal selanjutnya.
Seabad setelah Newton, matematikawan Perancis
Lagrange (1736-1813) mengungkapkan pandangannya bahwa Newton adalah Jenius
terbesar yang pernah ada. Aleksander Pope secara khusus membuatkan sebait puisi
untuk Newton.
Nature, natures laws lay in hid in the dark. God said, let Newton be, and all
was light.
Karena
merasa bisa menjelaskan segala sesuatu, fisika klasik tampaknya sudah tak punya
prospek lagi. Tak ada lagi kejayaan disana. Bahkan guru Max Planck (1858 1947)
sempat berujar Fisika sudah tamat riwayatnya dan sudah menjadi jalan buntu.
Itulah sebabnya ia menganjurkan Planck untuk mendalami musik dan menjadi pianis
konser. Tetapi Planck tetap memilih fisika dan dengan teori kuantumnya serta
teori relativitas Einstein, meluluh lantakkan pondasi sistem Newtonian. Peralihan abad membawa krisis atau
revolusi dalam fisika. Kedua teori itu telah menghadirkan paradigma baru.
Menurut Thomas Khun, (Smolicz, 1984) pergeseran paradigma dibarengi oleh suatu
revolusi pengetahuan. Sedemikian luasnya
revolusi tersebut sehingga tampak abadi tidak tergantikan, Sistem Newton tampak
menjadi seperti ilusi. Albert Eisnten memperlihatkan bahwa massa dapat
dikonversi menjadi energi. Sehingga untuk Newton baru ini, Sir John Squire
tergoda untuk menambahkan bait baru untuk puisi di atas.
Nature, natures laws lay in hid in the dark. God said, Let Newton be, and all
was light.
It did not last: the Devil howling Ho. Let Einstein be restore the status
quo.
Abad ke-20 merupakan abad yang dipenuhi dengan dinamika
sejarah dan kehidupan. Sejumlah peristiwa besar yang melibatkan emosi dan
pengaruh kuat terjadi pada abad ini. Dalam waktu hanya sekitar 30 tahun telah
terjadi dua kali perang dunia yang melibatkan berbagai negara dan kawasan. Saat
inipun dunia masih dibayang-bayangi ancaman perang dunia berikutnya.
Kolonialisme dan imperialisme dalam berbagai bentuknya terjadi di banyak negara
pada berbagai kawasan. Sekaligus upaya kemerdekaan suatu bangsa juga terus
bergejolak bahkan hingga akhir abad ini. Keseluruhan peristiwa tersebut tidak
terlepas dari pengaruh perkembangan sains. Teknologi yang kemudian berkembang
semakin mempercepat laju perkembangan sains dan banyak merubah cara pandang dan
prilaku manusia dalam kehidupan. Penemuan-penemuan listirk dan komunikasi,
teknologi transportasi dan penerbangan antariksa, informatika dan sibernetika
semakin memperdekat jarak dan memperpendek waktu tempuh kehidupan. Dunia
kemudian seakan terbentuk menjadi sebuah kampung besar tanpa batas-batas
demografis (The Borderless World). Kalau
informasi ini direnungkan, kiranya tersadarkan betapa pesat informasi dapat
disiarkan, dan betapa tinggi kemampuan manusia dengan peralatannya, sehingga
mampu memberi informasi yang sedemikian rinci dalam
waktu yang sedemikian cepat. Suasana kepesatan itu, di samping telah dapat memacu pula laju pendalaman dan peluasan ilmu, juga sudah tampak mengubah sikap manusia, terlebih angkatan mudanya.
waktu yang sedemikian cepat. Suasana kepesatan itu, di samping telah dapat memacu pula laju pendalaman dan peluasan ilmu, juga sudah tampak mengubah sikap manusia, terlebih angkatan mudanya.
Penyadaran
akan pentingnya Fisika itu, akan terdukung kalau pembelajaran Fisika
menyempatkan mahasiswa untuk menjajagi wilayah yang cukup luas dalam Fisika:
Wawasan tentang peran dan kemampuan Fisika menjelaskan berbagai hal, terlebih
yang berkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi beserta peralatannya yang
canggih. ilmu yang berhasil dihimpun dan dikuasai oleh mahasiswa itu, perlu
dikendalikan pemanfaatannya oleh sikap etis yang kokoh. Kalau tidak demikian,
seorang penguasa ilmu atau teknologi akan dapat menjadi berbahaya bagi lingkungannya,
karena akan dapat merasa boleh menghalalkan semua cara. Maka pendidikan sarjana
Fisika perlu juga menyediakan sarana seperti filsafat ilmu, agar lebih
mengetahui asal usul pemikiran dan aturan Fisika, dan menghargai para
pengembang ilmu di masa lalu itu, dan dengan demikian juga dapat lebih
menghargai manusia lain yang sedang hidup, dan yang akan hidup di Bumi ini.
Sains
termasuk fisika, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala alam.
Oleh karena itu, untuk mempelajari fisika muncul adanya aktivitas dalam bentuk
pengamatan atau eksperimen. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, fisika
adalah ilmu tentang zat dan energy (seperti panas, cahaya, dan bunyi). Ada
beberapa fisikawan mendefinisikan fisika sebagai ilmu pengetahuan yang tujuannya
mempelajari bagin dari alam dan interaksi yang terjadi diantara bagian tersebut
termasuk menerangkan sifat-sifatnya dan juga gejala lainnya yang dapat diamati.
Fisika
adalah bagian dari sains. Sains berasal dari kata scientia yang berarti
pengetahuan. Menurut Supriyono Koes (2003:4) membicarakan hakikat fisika sama
halnya dengan membicarakan hakikat sains karena fisika merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari sains. Oleh karena itu, karakteristik fisika pada dasarnya
sama dengan karakteristik sains pada umumnya. Kaitannya dalam pembelajaran
fisika, objek yang diajarkan adalah fisika. Sedangkan fisika pada dasarnya sama
dengan karakteristik sains pada umumnya, maka dalam belajar fisika tidak
terlepas dari penguasaan konsep- konsep dasar fisika, teori, atau masalah baru
yang memerlukan jawaban melalui pemahaman sehingga ada perubahan dalam diri
siswa. Untuk mendapatkan suatu konsep maka diperlukan suatu cara yaitu metode
ilmiah atau scientific methods.
Fisika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan
tentunya harus dipahami konsep-konsepnya secara utuh. Fisika sebenarnya adalah
sebuah ilmu yang jika konsep-konsepnya dipegang dan dipahami dengan benar, maka
salah satu manfaatnya adalah akan mengantarkan kita pada keteraturan alam.
Dengan kita memahami keteraturan alam, Allah akan memberikan ketenangan pada
jiwa manusia.
Sains
atau ilmu pengetahuan alam pada dasarnya merupakan abstraksi dari aturan atau
hukum alam yang disederhanakan. Penyederhanaan ini memang diperlukan sebab
kejadian alam yang sebenarnya sangat kompleks. Untuk itu, fisika maupun sains
pada umumnya bekerja dengan landasan beberapa asumsi yaitu bahwa objek-objek
empiris mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang, dan
kesemuanya jalin-menjalin mengikuti pola-pola tertentu (Suriasumantri, 1982:
7). Fisika menganggap bahwa setiap gejala alam terjadi bukan karena kebetulan,
akan tetapi mengikuti pola- pola tertentu yang bersifat tetap atau disebut
deterministik. Namun, ciri-ciri deterministik di sini bukanlah bersifat mutlak
melainkan hanya berarti memiliki peluang untuk terjadi. Tujuan dasar setiap
ilmu termasuk fisika adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk
teori, hukum, kaidah, asas yang dapat diandalkan (Suriasumantri, 1982: 19).
Fisika sebagai ilmu merupakan landasan pengembangan teknologi sehingga
teori-teori fisika sangat membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi. Oleh
karena itu, fisika berkembang dari ilmu yang bersifat kualitatif menjadi ilmu
yang bersifat kuantitatif. Menurut Wospakrik (1993: 1) fisika adalah salah satu
cabang ilmu pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan
memberi pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses alam dan
sifat zat serta penerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua proses fisika
ternyata dapat dipahami melalui sejumlah hukum alam yang bersifat dasar. Namun
demikian, pemahaman ini memerlukan pengetahuan abstraksi dari proses yang
bersangkutan dan penalaran teoretis secara terperinci dalam komponen-komponen
dasarnya secara berstruktur agar dapat dirumuskan dan diolah secara
kuantitatif. Perumusan kuantitatif ini memungkinkan dilakukan analisis secara
mendalam terhadap masalah yang dikaji dan melakukan prediksi tentang hal-hal
yang bakal terjadi berdasarkan model penalaran yang diajukan. Sifat kuantitatif
ini dapat meningkatkan daya prediksi dan kontrol fisika.
Pembelajaran Fisika adalah bagian dari pelajaran ilmu alam. Ilmu
alam secara klasikal dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) ilmu-ilmu fisik (physical sciences) yang objeknya
zat, energi, dan transformasi zat dan energi, (2) ilmu-ilmu biologi (biological sciences) yang objeknya
adalah makhluk hidup dan lingkungannya (Kemble, 1966: 7). Belajar fisika yang
dikembangkan adalah kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif dalam
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. (Depdiknas,
2003: 1)
Selanjutnya secara
garis besar pembelajaran Fisika seperti yang diungkapkan oleh Abu
Hamid(sulistyono,1998:12), adalah sebagai berikut:
1. Proses belajar Fisika bersifat untuk menentukan
konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam, serta untuk dapat menimbulkan reaksi,
atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima secara objektif, jujur dan
rasional.
2. Pada hakikatnya mengajar Fisika merupakan suatu
usaha untuk memilih strategi mendidik dan mengajar yang sesuai dengan materi
yang akan disampaikan, dan upaya untuk menyediakan kondisi-kondisi dan situasi
belajar Fisika yang kondusif, agar murid secara fisik dan psikologis dapat
melakukan proses eksplorasi untuk menemukan konsep, prinsip, teori, dan
hukum-hukum alam serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pada hakikatnya hasil belajar Fisika merupakan
kesadaran murid untuk memperoleh konsep dan jaringan konsep Fisika melalui
eksplorasi dan eksperimentasi, serta kesadaran murid untuk menerapkan
pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya
sehari-hari.
Pendidikan fisika sebagai bagian pendidikan sains, mempunyai tiga
aspek: pengetahuan, proses, dan sikap (Martin, 1991: 102-103). Aspek pertama
adalah pengetahuan. Pendidikan fisika membantu siswa mengerti gejala
alam, hukum-hukum alam dan teori yang mendasarinya. Dalam aspek ini, siswa
belajar tentang hukum Newton, hukum pemantulan cahaya, dua sifat cahaya sebagai
gelombang dan partikel, hukum kekekalan energi, teori atom, prinsip
ketidakpastian dll. Dengan mengerti hukum dan teori fisika yang ada, siswa
lebih memahami alam semesta sehingga dapat mengolah, menggunakan, dan
menghidupinya dengan lebih baik. Aspek kedua adalah proses pembelajaran
fisika. Siswa dibantu untuk mengerti bagaimana fisikawan melakukan percobaan
dan mengambil kesimpulan. Inilah yang disebut metode ilmiah. Langkahnya: ada
persoalan, membuat hipotesa, melakukan percobaan, mengumpulkan data,
menganalisa data, dan menyimpulkan apakah hipotesanya benar atau tidak. Dengan
metode ilmiah ini siswa diajari berpikir rational, berpikir dengan data dan
bukti, serta analisis berdasarkan kaidah-kaidah tertentu. Aspek ketiga adalah sikap
dalam belajar fisika. Pendidikan fisika membantu siswa mengembangkan sikap
belajar fisika, seperti sikap jujur, disiplin, teliti, obyektif, setia pada
data, daya tahan dalam menghadapi persoalan yang sulit, dan kerjasama dengan
orang lain. Sikapsikap ini dihidupi dan dikembangkan oleh para fisikus dalam
penelitian dan pengembangan ilmu mereka. Proses dan sikap itulah yang dapat
banyak mengubah cara hidup orang (Martin, 1991: 102-103). Dari aspek proses dan
sikap, siswa dapat menggunakan apa yang diketahui dan dialami dalam belajar
fisika untuk hidup bersama orang lain. Misalnya, siswa yang biasa jujur dalam
praktikum diharapkan juga berlaku jujur di rumah dan di luar kelas; siswa yang
biasa bekerja teliti, diharapkan juga teliti dalam pekerjaannya di luar
sekolah; siswa yang biasa tekun dalam mengerjakan soal fisika, diharapkan juga
tekun dalam mengerjakan tugas yang lain di 3 rumah; siswa yang biasa kerjasama
dengan teman-teman yang berbeda, diharapkan dapat bekerjasama dengan orang lain
di masyarakat yang beraneka (Suparno, 2012).
B.
Ontologi Sains Fisika
1. Pengertian Ontologi
Menurut bahasa, Ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu :
On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Menurut istilah, Ontology adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani/abstrak (Bakhtiar , 2004).
Menurut Suriasumantri (1985), Ontology membahas tentang apa yang
ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan :
a)
apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b)
bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c) bagaimana
hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir,
merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
2. Ontologi Sains/Ilmu
Ilmu
atau science secara harfiah berasal dari kata Latin scire yang berarti
mengetahui. Karena itu, science dapat diartikan “situasi” atau fakta
mengetahui, sepadan dengan pengetahuan (knowledge), yang merupakan lawan dari
intuisi atau kepercayaan. Selanjutnya, kata science mengalami perkembangan dan
perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari
observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui
sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji. Dengan demikian, sains yang
berarti “pengetahuan” berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal
dari observasi indrawi.” Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas
pada dunia fisik, sejalan dengan definisi lain tentang sains sebagai
“pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik”. Dengan mensyaratkan
observasi, sains harus bersifat empiris, baik berhubungan dengan benda-benda
fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi dan
sosiologi. Inilah karakter sains yang paling mendasar dalam pandangan
epistemologi konvensional. Sains merupakan produk eksperimen yang bersifat
empiris. Eksperimen dapat dilakukan, baik terhadap benda-benda mati (anorganik)
maupun makhluk hidup sejauh hasil eksperimen dapat diobservasi secara indrawi.
Eksperimen pun dapat dilakukan terhadap manusia, seperti yang dilakukan Waston
dan penganut aliran behaviorisme klasik lainnya.
Fisika adalah
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan pemahaman mendasar
hukum-hukum yang menggerakkan Fisika adalah studi mengenai dunia anorganik
fisik, sebagai lawan dari dunia organik sepertibiologi, fisiologi dan
lain-lain. (physical science, Britannica Concise Encyclopedia, 2006).Atau dalam
pengertian lain fisika adalah ilmu yang mempelajari/mengkaji benda-benda yang ada di alam, gejala-gejala,
kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut secara
fisik dan mencoba merumuskannya secara matematis sehingga dapat dimengerti
secara pasti oleh manusia untuk kemanfaatan umat manusia lebih lanjut. Jadi
fisika merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan sains yang mempelajari sesuatu
yang konkret dan dapat dibuktikan secara matematis dengan menggunakan
rumus-rumus persamaan yang didukung adanya penelitian yang terus dikembangkan
oleh para fisikawan.
C.
Epistemologi Sains Fisika
1. Pengertian
Epistemologi
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang
diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme
artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya
pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai
pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi atau teori
pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan lingkungan
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. (Dwi Hamlyn, History of
Epstemology, dalam Amsal Bakhtiar. 2004 : 148). Epistemologi adalah pembahasan
mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi
membahas pertanyaanpertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan
diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus
diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu
sendiri apa? Kriterianya apa saja? (Idris, Epistemologi / Filsafat pengetahuan.
2010). Dalam Kamus Webster disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu
pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar,
metode, dan batas-batas ilmu pengetahuan Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja
lintas batas ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh
pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang dapat
dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan. Filsafat, tulis
Suriasumantri, tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping
membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar ada, tentang
hidup dan eksistensi manusia.
2. Epistemologi
Sains
Epistemologi Sains adalah pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Epistemologi Sains merupakan salah satu cabang filsafat yang
membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
pengetahuan. Disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang
diperoleh manusia menjadi bahan pijakan. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang
berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya
dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya.
Menurut sejarah, fisika adalah bidang ilmu yang tertua, karena dimulai dari
pengamatan-pengamatan dari gerakan benda-benda langit. Terdapat dua hal saling
terkait yang tidak bisa dipisahkan di dalam fisika, yaitu pengamatan dalam
eksperimen dan telaah teori. Keduanya tidak dapat dipisahkan saling tergantung
satu sama lain. Untuk sesuatu yang baru teori bergantung pada hasil-hasil
eksperimen, tapi di sisi lain arah eksperimen dipandu dengan adanya
teori (Timo A. Nieminen, Theory versus experiment? No!, The University
of Queensland, Friday, 6th October, 2006). Awal mula adanya ilmu
fisika ini lebih pada berbagai macam pertanyaan yang timbul dalam
benak manusia mengenai segala apa yang ada dan terjadi di alam ini yang membuat
manusia melakukan berbagai upaya guna mencari jawabannya. Salah satunya adalah
dengan melakukan pengamatan yang dilanjutkan dengan penelitian yang akhirnya
akan mendapatkan suatu hasil sebagai jawaban berupa teori mengenai fenomena
alam yang ada dalam hukum-hukum fisika. Segala apa yang
dikaji dalam fisika tidak lepas dari apa yang telah tersirat dalam
Al-qur’an.
D.
Aksiologi Sains Fisika
1.
Aksiologi
Secara
etimologis, Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani, axios, yang berarti
nilai, dan logos, yang berarti teori. Terdapat banyak pendapat tentang
pengertian aksiologi. Menurut Jujun S. Suriasumantri aksiologi adalah teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai
sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative
penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Manusia
adalah makhluk yang memiliki tujuan di bumi ini untuk beribadah kepada Allah,
ibadah ini dalam pengertian yang luas dan bukan hanya ibadah yang sifatnya
khusus belaka. Untuk memaksimalkan ibadah dan penghambaan manusia pada Sang
Pencipta itu, manusia harus mengenal Ayat-Ayat Kauniyah yang
telah diturunkan sebagai kebenaran bagi manusia. Salah satu Ayat Kauniyah itu
adalah Fisika yang seharusnya menyenangkan, karena dengan jalan demikian
yang merupakan salah satu dari banyak jalan kita dapat lebih memaksimalkan
potensi religiousitas kita. Ketika kita belajar fisika, kita
melihat fenomena-fenomena alam yang begitu menakjubkan. Sehingga akan menambah
keimanan kita sebagai hamba Allah. Tujuan fisika adalah agar kita dapat mengerti bagian dasar dari benda-benda
dan interaksi antara benda-benda, jadi untuk menerangkan gejala-gejala alam.
Perkembangan ilmu fisika dalam kehidupan manusia telah membawa
manusia kepada kehidupan yang lebih baik.
2. Peranan
Aksiologi Sains Dalam Membentuk Pola Pikir atau Sikap
Keilmuan
Keilmuan
Menurut Bramel (dalam Amsal 2009: 163), aksiologi terbagi tiga
bagian : 1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin
khusus yaitu etika. 2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini
melahirkan keindahan. 3. Socio-political life, yaitu kehidupan sosial politik,
yang akan melahirkan filsafat sosial politik. Lebih dari itu ada yang
berpendapat dengan menyamakan antara aksiologi dan ilmu. Dari definisi
aksiologi diatas, terlihat jelas bahwa permasalahan utama aksiologi adalah
nilai.. Francis Bacon menilai bahwa aksiologi ilmu adalah terciptanya
kemaslahatan manusia. Tujuannya yaitu mengusahakan posisi yang lebih
menguntungkan bagi manusia dalam menghadapi alam. Ahmad Tafsir dalam bukunya
berpendapat bahwa aksiologi ilmu sekurang-kurangnya memiliki tiga garapan
yaitu; 1) Ilmu sebagai alat eksplanasi, 2) Ilmu sebagai alat memprediksi, 3)
Ilmu sebagai alat pengontrol.
Ilmu sebagai alat eksplanasi, ia dapat menjelaskan tentang berbagai
peristiwa, baik hubungan antar peristiwa, sebab-sebabnya dan
gejalagejala/tanda-tandanya, ataupun sebab akibatnya.
Ilmu sebagai alatmemprediksi, ia dapat memperkirakan atau melakukan
suatu cara pendekatanpendekatan untuk mengetahui tentang akan terjadinya suatu
peristiwa/kejadian/keadaan.
Ilmu sebagai alat pengontrol, ia dapat menghindari atau mengurangi
akibat-akibat atau akan datangnya suatu peristiwa/kejadian yang berbahaya atau
tidak menyenangkan.
Dari penjelasan tersebut maka aksiologi sains seharusnya mampu
membentuk pola pikir atau sikap keilmuwan seperti suatu pepatah yang lama
dikenal, bahwa padi makin berisi makin merunduk yang biasanya diartikan semakin
berilmu seseorang maka semakin berbudi atau semakin menyadari akan eksistensi
konsep diri yang rendah hati, tidak sombong dan selalu merasa kurang. Sikap
inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak pernah berhenti mempelajari
sesuatu. Yang pada akhirnya akan memunculkan ide-ide atau pemikiran yang cemerlang
terhadap pengembangan ilmu yang telah ditemukannya. Karena manfaat ilmu
sesungguhnya terasakan jika ada banyak orang dapat mengapresiasikan dan
menerima ilmu sebagai suatu kebaikan kolektif atau untuk kepentingan orang
banyak sehingga akan kembali kebaikan tersebut kepada diri orang yang
menemukannya. Kemudian jika ilmu berpusat pada aku (egosentris) maka kehancuran
akan lebih besar kembali kepada diri orang tersebut. itulah sebenarnya hakikat
aksiologi sains. Maka ilmu diciptakan oleh Allah SWT semata-mata bukanlah untuk
saling menghancurkan, tetapi saling menjaga dan memelihara, seperti tercermin
dalam sifat-sifat Allah yang Maha Rahman, Rahim, Fatah, Alim dan seterusnya
agar segenap ciptaannya dapat memiliki hidup dan kehidupan yang penuh berkah.
Kebaikan akan abadi dan tetap dikenang sebagai suatu kebaikan walaupun jasad
sudah dikandung tanah.
3. Implementasi Aksiologi Sains dalam hidup dan kehidupan
Karena dalam penjelasan sebelumnya bahwa aksiologi sains dapat
membentuk pola pikir dan sikap keilmuwan untuk kemaslahatan. Sehingga untuk
menerapkan dalam kehidupan ada beberapa pendekatan yang harus dilakukan yang
antara lain: 1. Mengetahui dan memahami sumber yang hak dari ilmu itu sendiri
beserta sifat-sifatnya. 2. Mengetahui dan memahami konsep diri dan eksistensi
keberadaan kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. 3. Mengetahui dan memahami
awal/bermulanya suatu kehidupan dan berakhirnya tiap-tiap makhluk memiliki
masanya/waktunya sendiri. Dan tiap suatu perbuatan memiliki konsekuensinya
masing-masing. Dari tiga pendekatan tersebut hal yang penting dalam
penerapannya adalah pertanggungjawaban, yang secara jelas sekali dari makna
aksiologi sains adalah apa manfaat ilmu yang juga mengandung jawaban yang
sangat jelas yakni untuk kemaslahatan, sehingga hukumnya berbanding lurus yakni
semakin banyak kemaslahatan tercipta, semakin manfaat ilmu tersebut.
E.
Aspek Hakikat Fisika
Pembelajaran
fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan kemampuan memahami
konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan
strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika
di sekolah menengah pertama merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang dapat
menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.
Dalam pembelajaran fisika, pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains
dalam bentuk pengalaman langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep
siswa. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang
masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan
siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep
secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Dalam
pembelajaran akan ada komunikasi antara guru dengan siswa. Seperti yang
dikemukakan Latuheru (1988: 1) bahwa segala sesuatu yang menyangkut
pembelajaran merupakan proses komunikasi.
Komunikasi dalam pembelajaran merupakan komunikasi timbal balik
(interaksi edukatif) yang terjadi tidak dengan sendirinya tetapi harus
diciptakan oleh guru dan siswa.
Collette dan
Chiappetta (1994) menyatakan bahwa “sains pada hakekatnya merupakan sebuah
kumpulan pengetahuan (“a body of knowledge”), cara atau jalan berpikir (“a way
of thinking”), dan cara untuk penyelidikan (“a way of investigating”)”. Dengan
mengacu kepada pernyataan ini ternyata bahwa, pandangan kebanyakan orang,
pandangan para ilmuwan, dan pandangan para ahli filsafat yang dikemukakan di
atas tidaklah salah, melainkan masing-masing hanya merupakan salah satu dari
tiga hakikat Fisika dalam pernyataan itu.
Istilah
lain yang juga digunakan untuk menyatakan hakekat adalah Fisika sebagai produk untuk pengganti
pernyataan Fisika sebagai sebuah kumpulan pengetahuan (“a body of knowledge”), Fisika
sebagai sikap untuk pengganti pernyataan Fisika sebagai cara atau jalan
berpikir (“a way of thinking”), dan Fisika sebagai proses untuk pengganti
pernyataan Fisika sebagai cara untuk penyelidikan (“a way of investigating”).
Karena fisika merupakan bagian dari Fisika atau sains, maka sampai pada tahap
ini kita dapat menyamakan persepsi bahwa hakekat fisika adalah sama dengan
hakekat Fisika atau sains, hakekat fisika adalah sebagai produk (“a body of
knowledge”), fisika sebagai sikap (“a way of thinking”), dan fisika sebagai
proses (“a way of investigating”). Berikut ini akan dikemukakan lebih rinci
mengenai hakekat fisika itu.
Lederman dalam
Atar dan Gallard (2014), Nature of Science mengacu pada nilai-nilai dan
keyakinan yang melekat pada pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut hakikatnya,
fisika yang merupakan sains bukanlah sekedar kumpulan ilmu pengetahuan semata.
Lebih dari itu menurut Collette dan Chiappetta (1994), sains merupakan a way of
thinking (afektif), a way of investigating (proses), dan a body of knowledge
(kumpulan ilmu pengetahuan).
Aspek dari
hakikat fisika yaitu;
1. Fisika Sebagai Produk
Dalam
rangka pemenuhan kebutuhan manusia, terjadi interaksi antara manusia dengan
alam lingkungannya. Interaksi itu memberikan pembelajaran kepada manusia
sehinga menemukan pengalaman yang semakin menambah pengetahuan dan kemampuannya
serta berubah perilakunya. Dalam wacan ilmiah, hasil-hasil penemuan dari
berbagai kegiatan penyelidikan yang kreatif dari pada ilmuwan dinventarisir,
dikumpulkan dan disusun secara sistematik menjadi sebuah kumpulan pengetahuan
yang kemudian disebut sebagai produk atau “a body of knowledge”. IPA (termasuk
fisika) sebagai produk dapat diartikan sebagai kumpulan informasi/fakta yang
dihasilkan dari proses-proses ilmiah yang dilandasi dengan sikap-sikap ilmiah
tersebut (Mundilarto, 2002: 2). Menurut Collette dan Chiappetta (1994), fisika
sebagai produk tersusun dari fakta, konsep, prinsip, hukum, hipotesis, teori,
dan model. Fisika sebagai produk juga dapat diartikan sebagai
informasi-informasi yang sudah masak yang ada dalam ilmu fisika. Pengelompokkan
hasil-hasil penemuan itu menurut bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu
pengetahuan yang kemudian disebut sebagai fisika, kimia dan biologi. Untuk
fisika, kumpulan pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum,
rumus, teori dan model.
a. Fakta
Fakta
adalah keadaan atau kenyataan yang sesungguhnya dari segala peristiwa yang
terjadi di alam. Fakta merupakan dasar bagi
konsep, prinsip, hukum, teori atau model. Sebaliknya kita juga dapat menyatakan
bahwa, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model keberadaannya adalah untuk
menjelaskan dan memahami fakta.
b. Konsep
Konsep adalah abstraksi dari berbagai kejadian, objek, fenomena dan
fakta. Konsep memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut
tertentu. Menurut Bruner, Goodnow dan Austin (collette dan chiappetta: 1994)
konsep memiliki lima elemen atau unsur penting yaitu nama, definisi, atribut,
nilai (value), dan contoh. Yang dimaksud dengan atribut itu misalnya
adalah warna, ukuran, bentuk, bau, dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan
intelektual anak, keabstrakan dari setiap konsep adalah berbeda bagi setiap
anak. Menurut Herron dan kawan-kawan (dalam Collette dan Chiappetta 1994),
konsep fisika dapat dibedakan atas konsep yang baik contoh maupun atributnya
dapat diamati, konsep yang contohnya dapat diamati tetapi atributnya tidak
dapat diamati, dan konsep yang baik contoh maupun atributnya tidak dapat
diamati.
c. Prinsip dan
hukum
Istilah prinsip dan hukum sering digunakan secara bergantian karena dianggap
sebagai sinonim. Prinsip dan hukum dibentuk oleh fakta-fakta dan konsep-konsep.
Ini sangat perlu dipahami bahwa, hukum dan prinsip fisika tidaklah mengatur
kejadian alam (fakta), melainkan kejadian alam (fakta) yang dijelaskan
keberadaannya oleh prinsip dan atau hukum.
d.
Rumus
Rumus adalah pernyataan matematis dari suatu fakta, konsep, prinsip, hukum, dan
teori. Dalam rumus kita dapat melihat saling keterkaitan antara konsep-konsep
dan variable-variabel. Pada umumnya prinsip dan hukum dapat dinyatakan secara
matematis.
e. Teori
Teori disusun untuk menjelaskan sesuatu yang tersembunyi atau tidak dapat
langsung diamati, misalnya teori atom, teori kinetik gas, teori relativitas.
Teori tetaplah teori tidak mungkin menjadi hukum atau fakta. Teori bersifat
tentatif sampai terbukti tidak benar dan diperbaiki. Hawking (1988) yang
dikutip oleh Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa “kita tidak dapat
membuktikan kebenaran suatu teori meskipun banyak hasil eksperimen mendukung
teori tersebut, karena kita tidak pernah yakin bahwa pada waktu yang akan
dating hasilnya tidak akan kontradiksi dengan teori tersebut, sedangkan kita
dapat membuktikan ketidakbenaran suatu teori cukup dengan hanya satu bukti yang
menyimpang. Jadi, teori memiliki fungsi yang berbeda dengan fakta, konsep
maupun hukum”
f. Model
Model adalah sebuah presentasi yang dibuat untuk sesuatu yang tidak dapat
dilihat. Model sangat berguna untuk membantu memahami suatu fenomena alam, juga
berguna untuk membantu memahami suatu teori. Sebagai contoh, model atom Bohr
membantu untuk memahami teori atom.
2. Fisika Sebagai Proses
Fisika
sebagai proses atau juga disebut sebagai “a way of investigating” memberikan
gambaran mengenai bagaimana para ilmuwan bekerja melakukan penemuan-penemuan,
jadi Fisika sebagai proses memberikan gambaran mengenai pendekatan yang
digunakan untuk menyusun pengetahuan. Dari uraian di atas kiranya dapat
disimpulkan bahwa pemahaman fisika sebagai proses sangat berkaitan dengan
kata-kata kunci fenomena, dugaan, pengamatan, pengukuran, penyelidikan, dan
publikasi. Pembelajaran yang merupakan tugas guru termasuk ke dalam bagian
mempublikasikan itu. Dengan demikian pembelajaran fisika sebagai proses
hendaknya berhasil mengembangkan keterampilan proses sain pada diri siswa.
Proses sains
diturunkan dari langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan
penelitian ilmiah. Langkah-langkah tersebut disebut sebagai keterampilan proses
sains yang mencakup observasi, mengukur, inferensi, memanipulasi variabel,
merumuskan hipotesis, menyusun grafik dan tabel data, mendefinisikan secara
operasional, dan melaksanakan eksperimen (Mundilarto, 2002: 13).
Menurut
Hetherington, dkk. (dalam Collette dan Chiappetta, 1994), memahami bagaimana
proses terbentuknya suatu ilmu pengetahuan itu lebih penting daripada ilmu
pengetahuan itu sendiri. Mundilarto, membagi keterampilan proses menjadi dua,
yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan
proses sains dasar, meliputi: mengamati/observasi, mengklasifikasi,
berkomunikasi, mengukur, memprediksi, dan membuat inferensi. Apabila
dianalogikan dalam pembelajaran, kemampuan proses sains dasar dapat
tercerminkan sebagai aspek psikomotor yang dalam kurikulum 2013 dimasukkan
dalam KI 4. Sedangkan keterampilan proses sains terpadu, meliputi:
mengidentifikasi variabel, merumuskan definisi operasional dari variabel, menyusun
hipotesis, merancang penyelidikan. Keterampilan sains terpadu tercerminkan
sebagai proses berpikir tingkat tinggi.
3. Fisika Sebagai
Sikap
Dari
penjelasan mengenai hakikat fisika sebagai produk dan hakekat fisika sebagai
proses di atas, tampak terlihat bahwa penyusunan pengetahuan fisika diawali
dengan kegiatan-kegiatan kreatif seperti pengamatan, pengukuran dan
penyelidikan atau percobaan, yang kesemuanya itu memerlukan proses mental dan
sikap yang berasal dan pemikiran. Jadi dengan pemikirannya orang bertindak dan
bersikap, sehingga akhirnya dapat melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah itu.
Pemikiran-pemikiran para ilmuwan yang bergerak dalam bidang fisika itu
menggambarkan, rasa ingin tahu dan rasa penasaran mereka yang besar, diiringi
dengan rasa percaya, sikap objektif, jujur dan terbuka serta mau mendengarkan
pendapat orang lain. Sikap-sikap itulan yang kemudian memaknai hakikat fisika
sebagai sikap atau “a way of thinking”. Menurut Collette dan Chiappetta (1994),
beberapa karakter tersebut adalah sebagai beliefs (keyakinan), curiosity (rasa
ingin tahu), imagination (imajinasi), reasoning (penalaran), dan
self-examination (pemahaman diri).
Menurut
KBBI, keyakinan (beliefs) berarti kepercayaan dan sebagainya yang sungguh-sungguh,
dan juga berarti sebagai bagian agama atau religi yang berwujud konsep yang
menjadi keyakinan (kepercayaan) para penganutnya. Keyakinan merupakan dasar
dari tindakan seseorang yang dipercayainya sebagai sesuatu yang benar dan dapat
dicapai (Sugeng, 2015). Keyakinan adalah sebuah hal yang sangat penting
dimiliki oleh seseorang apalagi sebagai makhluk beragama. Sebagai negara
Pancasila, Indonesia menghimpun karakter ini pada Kurikulum 2013, khususnya
Kompetensi Inti (KI) 1. Karakter lainnya, yaitu curiosity (rasa ingin tahu),
imagination (imajinasi), reasoning (penalaran), dan self-examination (pemahaman
diri) tertampung dalam Kompetensi Inti 2 Kurikulum 2013. Karakter-karakter ini
secara tidak langsung akan memperngaruhi bagaimana seorang saintis atau
fisikawan berpikir.
F.
Fenomena Fisika dalam Kehidupan
Fenomena
dalam Fisika sangat banyak sekali kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan.
Sehingga Fisika bisa dijadikan pelajaran
hidup. Beberapa contoh fenomena fisika yang bisa dikaitkan dengan kehidupan
manusia diantaranya Tekanan dalam fisika yang mempunyai persamaan P= F/A.
Fisika,
adalah sebuah ilmu yang mempelajari fenomena fisis yang direpresentasikan dalam
bentuk matematis. Kata fisika sebenarnya sudah tidak asing bagi telinga seorang
pelajar, tapi apa yang ada di pikiran pelajar belum tentu sama dengan arti
fisika sebenarnya. Misal jika kita katakan apakah bunyi hukum Newton II itu?
Mungkin mereka sangat hafal “Percepatan yang dialami oleh suatu benda
berbanding lurus dengan gayanya dan berbanding terbalik dengan massa bendanya”.
Atau biasa kita nyatakan dalam F = m a. Terus apa? Terus kenapa Inilah sebenarnya kendala kita, kita hanya
terjebak dalam konteks matematisnya saja, kita terbiasa dengan mengerjakan soal-soal dengan
rumus-rumus yang banyak. Contohnya, kita tahu konsep tentang tekanan. Yang
biasa dinyatakan P = F / A, dengan P
adalah tekanan, F adalah gaya, dan A adalah luasan tempat gaya tersebut
bekerja.
Para
pelajar hanya menggunakan rumus tersebut apa adanya tanpa adanya rasa mengerti
apa makna rumus tersebut. Coba kita berfikir di luar kebiasaan, anak-anak muda
mengatakan “Thinking Out of The Box”.. Misal, P adalah tekanan yang kita
rasakan di hati kita, F adalah gaya dari luar yang akan menekan hati dan
perasaan kita, dan A adalah seberapa lapang hati kita. Jika hati kita sangat
sempit (A sangat kecil), meski gaya dari luar tidak terlalu besar (F tidak
terlalu besar), maka akan mengahasilkan tekanan ke hati yang besar (P besar),
kita akan mudah sterss, kita akan mudah tertekan, dan kita akan mudah menyerah.
Sedangkan
jika hati kita sangat lapang, sangat lapang, berapa pun besar gayanya, maka
akan menghasilkan tekanan di hati yang tidak terlalu besar, artinya betapa
berat masalah yang kita hadapi, betapa rumit permasalahan kita, kita akan bisa
menyelesaikan masalah tersebut dengan hati lapang dan pikiran tenang.
Benar-benar Fisika adalah IImu dari Tuhan.
Jika kita sedikit serius dan berusaha memahami ilmu yang kita pelajari,
dalam hal ini ilmu Fisika, kita akan mulai menemukan fenomena-fenomena yang
akan menunjukkan Keesaan Tuhan, bagaimana Tuhan bisa menghancurkan Alam Semesta
begitu mudahnya, bagaimana Jin dan Setan menembus badan kita. Saya sengaja
tidak menerangkannya sekarang, untuk menambah penasaran pembaca. Sekali lagi,
Fisika bukanlah ilmu yang hanya berkelit di matematika. Fisika adalah ilmu yang
diturunkan oleh Tuhan untuk memahami
fenomena alam di sekitar manusia, sebagai tanda KeesaanNya, Allah SWT.
Rumus
tekanan di atas mungkin sangatlah
familiar bagi para ahli fisika ataupun orang-orang yang menyukai fisika. Namun
tahukah anda untuk membaca rumus di atas dapat dibaca dengan berbagai cara.
Adapun cara-cara membaca rumus di atas adalah:
1.
Orang matematika akan membaca rumus tersebut sebagai berikut:
“Tekanan (P) sama dengan Gaya (F) dibagi luas permukaan (A)”
2.
Orang fisika akan membaca rumus tersebut dengan cara lain yaitu:
“Tekanan yang
diterima suatu benda merupakan besar gaya yang diterima benda tersebut pada
luasan tertentu, semakin besar gaya semakin besar pula tekanan, tapi semakin
besar luas permukaan semakin kecil tekanan yang diterima benda tersebut”
Perbedaan
cara baca tersebut tidak menjadi masalah, karena setiap ilmu mempunyai sudut
pandang tertentu terhadap sebuah fenomena. Hal menarik yang ingin disampaikan
adalah ketika seorang guru membaca rumus tersebut dengan cara seperti ini:
“Kita tidak
akan pernah merasakan tekanan dalam kehidupan, sebesar apapun masalah yang
menghantam dirri kita bisa melapangkan dada kita”
Begitulah ilmu
pengetahuan, selalu ada keteraturan di dalamnya. Keteraturan yang diciptakan
Sang Pengatur.
Pernahkan
anda diinjak dengan sepatu hak tinggi? Bagaimana rasanya bila dibandingkan
ketika anda diinjak dengan sepatu yang lebar? Mungkin dua-duanya sakit tapi
pastinya ketika diinjak dengan sepatu hak tinggi anda akan merasakan lebih
sakit. Begitu pun dala menghadapi permasalahan kehidupan. Pernahkan anda
meilhat orang yang kehilangan benda? Apakah ekspresi setiap orang akan sama
ketika kehilangan suatu benda? Tentunya tidak, ada orang yang ketika dia
kehilangan benda, dia akan pusing minta ampun, gelisah, sampai frustasi. Ada
juga orang yang ketika barangnya hilang, dia hanya bersikap tenang dan tidak
terlalu memikirkannya. Kedua orang tersebut menampilkan perilaku yang berbeda
disebabkan karena hati mereka berbeda. Orang pertama mengatur hatinya menjadi
sempit dan sulit, sehingga masalah kecil pun akan menjadi rumit, sedangkan
orang kedua mengatur hatinya menjadi luas dan lapang, sehingga bisa menghadapi
masalah sebesar apapun dengan tenang.
Begitulah
fisika selalu mengajarkan tentang kehidupan.Tekanan tidak hanya diajarkan
mengatur gaya dan luas permukaan sehingga dapat menghasilkan tekanan maksimum,
tetapi dalam kehidupan tekanan diajarkan bagaimana kita dapat mengatur hati
kira untuk menghadapi berbagai masalah besar ataupun kecil sehingga kita bisa
menerima tekanan yang minimum.
Sangat menarik
jika kita memperhatikan hokum-hukum fisika (hokum-hukum tentang alam) karena
ternyata aa kesamaan prinsip antara hokum-hukum fisika dan prinsip-prinsip
dalam kehidupan rohani orang percaya. Bagi saya, ini menyatakan bahwa pencipa
alam rohani dan pencipta alam fisika adalah sama.
Salah
satu contoh mengenai hal ini adalah Hukum tentang tekanan dan gas yang terdapa
dalam hukum termodinamika yang pertama. Hukum tersebut memberikan persamaan
energy gas pada kondisi isobarik, yaitu:
W =
P.(V2-V1)
Mungkin
yang tidak berkecimpung dalam persoalan termodinamika kurang memahami makna
persamaan di atas. Karena itu saya akan mencoba menyederhanakannya dalam
kata-kata yang lebih sederhana, yaitu: “semakin besar tekanan, maka usahapun
akan meningkat atau dengan kata lain ada suatu tenaga yang besar jika tekanan
semakin besar”
Mari
kita ambil contoh-contoh praktus pemanfaatan persamaan di atas dalam kehidupan
sehari-hari:
1.
Teko yang bisa “bersiul” jika air di dalamnya mendidih. Teko ini menggunakan
prinsip tekanan. Air yang mendidih mengubah wujud cairnya menjadi wujud gas,
karena gas bertambah, maka tekanan akan bertambah besar, dan tekanan ini
berubah menjadi tenaga yang mendorong gas untuk melewati lorong sempit dan
energinya sebagian diubah menjadi energy bunyi yang terdengat sebagai “siulan”,
sehingga menjadi indicator bahwa air di dalam teko sudah mendidih.
2. Mesin
uap. Mesin ini secara sederhana menghasilkan uap yang dimampatkan. Semakin bermanffa
,maka tekanan gas semakin besar, ketika gas ini dibebaskan keluar dalam suatu
lubang yang sempit, maka gas ini akan menggerakkan mesin. Sehingga, semakin
besar tekanan gas yang bisa dihasilkan, semakin besar pula tenaga yang
dihasilkan.
3. Balon jika ditiup kemudian tutup balon
dilepaskan, maka udara dalam balon akan keluar dan mendorong balon untuk bergerak kesana dan
kemari. Dalam skala yang besar, prinsip ini digerakkan untuk menaikkan roket ke
luar angkasa dengan kecepatan fantastis, minimal roket harus bergerak 11 km
setiap detiknya supaya roket tidak jatuh kembali ke bumi, tetapi bisa lepas ke
luar angkasa. Bayangkan betapa besar tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan
roket yang beratnya ribuan ton itu.
Disini dapat
kira ambil suatu prinsip, yaitu semakin besar tekanan, maka tenagapun akan
semakin besar. Jika kita menariknya ke dalam alam rohani, kita akan menyadari
satu prinsip dalam pertumbuhan orang percaya.
Orang
percaya tidak ada yang tidak bisa lepas dari “tekanan” yaitu beban, pergumulan,
masalah, dan lain-lain. Tekanan ini sangat berguna bagi kehidupan rohani orang
percaya, karena dibalik tekanan ini akan dihasilkan satu kekuatan rohani. Boleh
dikatakan bahwa semakin besar tekanan yang pernah dialami oleh orang percaya,
maka kita bisa melihat semakin besar juga kekuatan rohaninya, artinya orang
tersebut semakin mengenal jalan-jalan Tuhan, semakin dekat dengan Tuhan dan
semakin dewasa dalam rohani.
Tekanan
demi tekanan, Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan orang percaya adalah untuk
kebaikan orang percaya tersebut, yaitu untuk menghasilkan manusia yang rohani
dan dewasa. Tekanan yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kira ternyata sudah
dibatasi olehNya sehingga kita pasti dapat menanggungnya.
Tetapi
terkadang, jika kira melihat pengalaman kira, seringkali tekanan yang menimpa
hidup kira ini dihadapi dengan keluhan, sering dihadapi dengan pemberontakan
dan sering dihadapi dengan melarikan diri dari tekanan, padahal menurut prinsip
rohani (yang dinyatakan dalam prinsip fisika tentang tekanan) tekanan itu
berguna untuk membangkitkan kekuatan rohani kita atau untuk membuat kita
semakin dewasa di dalam Tuhan. Disini kita harus mengakui kelemahan kita
padaNya dan mullah belajar memandang “tekanan” hidup dalam cara pandang Allah. tingkat
yang lebih tinggi lagi.
G.
Perkembangan Ilmu Kaitannya dengan Agama
Perkembangan
IPTEK merupakan penghadiran paling jelas akan kehendak
dan kekuatan manusia sebagai tuan atas alam semesta dan hidupnya. Keberhasilan
IPTEK dalam memecahkan berbagai persoalan hidup menyadarkan manusia akan otonomi dan daya kemampuannya sendiri. Banyak orang modern merasa tidak memerlukan campur tangan yang ilahi untuk memecahkan persoalan hidup di dunia ini. Bahkan, tidak sedikit orang yang secara terus terang menyangkal yang ilahi karena menganggap bahwa yang ilahi itu hanyalah khayalan manusia. Hal ini juga terjadi dalam dunia akademis. Tidak sedikit mahasiswa yang meragukan peran agama atau bahkan secara terang-terangan menyatakan bahwa iman dan
agama tidak lagi diperlukan. Manusia yang secara diam-diam atau terang-terangan meninggalkan Allah telah merasuk suatu agama baru, yaitu keyakinan terhadap teknologi mutakhir yang menjamin adanya masa depan yang lebih cerah.
dan kekuatan manusia sebagai tuan atas alam semesta dan hidupnya. Keberhasilan
IPTEK dalam memecahkan berbagai persoalan hidup menyadarkan manusia akan otonomi dan daya kemampuannya sendiri. Banyak orang modern merasa tidak memerlukan campur tangan yang ilahi untuk memecahkan persoalan hidup di dunia ini. Bahkan, tidak sedikit orang yang secara terus terang menyangkal yang ilahi karena menganggap bahwa yang ilahi itu hanyalah khayalan manusia. Hal ini juga terjadi dalam dunia akademis. Tidak sedikit mahasiswa yang meragukan peran agama atau bahkan secara terang-terangan menyatakan bahwa iman dan
agama tidak lagi diperlukan. Manusia yang secara diam-diam atau terang-terangan meninggalkan Allah telah merasuk suatu agama baru, yaitu keyakinan terhadap teknologi mutakhir yang menjamin adanya masa depan yang lebih cerah.
Ahmad Tafsir mengatakan bahwa ada dua kekuatan yang mempengaruhi
dunia, yaitu agama dan filsafat. Dua kekuatan besar ini bersaing untuk
mempengaruhi manusia dengan janji-janji keselamatan dan kemajuan. Filsafat
telah melahirkan beragam ilmu, mulai dari ilmu-ilmu sosial-humaniora (social
sciences) sampai ilmu-ilmu alam (natural sciences). Namun, dalam
sejarahnya, di antara keduanya (agama dan filsafat) sering terjadi problematika
sehingga membuat keduanya tidak bersatu (integrasi) untuk memecahkan masalah
kemanusiaan yang kompleks. Problematika agama dan sains, setidaknya dapat
dirunut mulai Abad Pertengahan, yakni sejak abab III M. jika dihitung sejak
lahirnya Plotinus (204 M). Pada awal Abad Pertengahan terjadi persaingan antara
sains (yang merupakan warisan filsafat Yunani) dengan agama (Kristen) yang
berusaha membentuk formulasi teologis. Upaya formulasi teologis dilakukan
karena, sebagaimana dikatakan Frederick Mayer, terdapat beberapa alasan. Pertama,
munculnya beberapa pendapat tentang doktrin agama sehingga cenderung memicu
perpecahan. Kedua, adanya kebutuhan membentengi agama Kristen dari
serangan luar, terutama filsafat Yunani yang menganggap Kristen sebagai agama
yang penuh tahayul dan doktrin kebenarannya dinilai lebih rendah dari filsafat.
Ketiga, kebutuhan akan adanya penjelasan rasional dan sistematis atas
doktrin Kristen guna didakwahkan kepada kaum intelektual.
Meskipun
demikian, agama tidak sepenuhnya terkubur karena perkembangan sains yang luar
biasa di Abad Modern. Sebagaimana yang dikatakan Ian Barbour, antara agama dan sains,
sebenarnya, terdapat empat varian hubungan, yaitu konflik, independen, dialog,
dan integrasi. Memang dalam hubungan konflik, agama menegasikan sains, bagitu
juga sebaliknya, sains menegasikan agama. Masingmasing mengakui kebenarannya
sendiri-sendiri. Namun juga ada hubungan independensi, di mana antara agama dan
sains, masing-masing mengakui eksistensi atau wilayah garapan yang berbeda
bahkan terdapat hubungan dialog, di mana di antara sains dan agama terdapat
kesamaan dalam beberapa hal yang dapat didialogkan sehingga bisa saling
mendukung. Terakhir, antara agama dan sains terdapat hubungan integrasi, yaitu
agama bisa memanfaatkan temuan-temuan sains mutakhir untuk merumuskan konsep
teologinya, sehingga agama dan sains tidak berlawanan.
Di
samping itu, perlawanan dari ulama ortodoks terhadap sains pada akhirnya
menciptakan sistem dikotomik antara ilmu-ilmu agama yang berasal dari al-Qur‟an
dan ilmu-ilmu non-agama (umum) yang berasal dari pengamatan empiris dan
rasionalisasi. Dikotomisasi ilmu ini sampai saat ini masih bisa dilihat pada
institusiinstitusi pendidikan di negara-negara Islam, termasuk Indonesia.
Dikotomisasi ini pula yang menyebabkan kemunduran sains di dunia Islam.20 Jika
mengikuti klasifikasi Harun Nasution mengenai perkembangan ilmu dalam Islam,
maka perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga zaman, yakni Zaman Klasik
(650-1250 M), Zaman Pertengahan (1250-1800 M), dan Zaman Modern
(1800-seterusnya).
Upaya
dalam mencari titik temu Islam dan sains salah satunya yaitu dengan cara
mengubah pendekatan dikotomik-atomistik dan sektarian ke pendekatan yang
integratif interdisciplinary, seperti yang diusung Amin Abdullah
akhir-akhir ini. Pendekatan ini tidak sekadar mengakui sains Islam, tetapi
merangkul seluruh disiplin keilmuan untuk menjalin koneksi, saling menyapa,
membangun dialog, saling koreksi, dan saling memberi masukan yang berarti.
H.
Perkembangan Ilmu Kaitannya dengan Teknologi
Perkembangan dunia IPTEK yang
demikian pesatnya telah membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat
manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup
besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis.
Sistem kerja robotis telah mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan
pembesaran dan percepatan yang menakjubkan. Begitupun dengan telah ditemukannya
formulasi-formulasi baru aneka kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser
posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia.
Pancasila sebagai falsafah negara
mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Perkembangan IPTEK dewasa ini dan di masa yang akan datang sangat cepat, makin
menyentuh inti hayati dan materi di satu pihak, serta menggapai angkasa luas
dan luar angkasa di lain pihak, lagi pula memasuki dan mempengaruhi makin dalam
segala aspek kehidupan dan institusi budaya. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Tekhnologi yang tidak dibarengi dengan dasar-dasar Pancasila yang kuat justru
akan menjadi aspek penghancur bangsa, terutama dari segi moralitas dan
mentalitas. Perubahan dan perkembangan tekhnologi yang terlampau deras
menyebabkan terlalu mudahnya informasi dari seluruh penjuru dunia masuk ke
dalam bangsa kita. Segala kemudahan dalam berinteraksi juga semakin tidak dapat
dibendung lagi. Hal tersebut didukung dengan adanya perkembangan gadget yang
menyediakan layanan-layanan dan berbagai fasilitas canggih untuk berkomunikasi.
Sesungguhanya semua kemajuan ini sangat membantu dan meringankan kita dalam
melakukan aktivitas. Pekerjaan akan semakin cepat terselesaikan dan menghemat
waktu serta tenaga. Kini tiada lagi jarak yang berarti dalam bertukar
informasi. Kehidupan di dalam masyarakat semakin nyaman dan menyenakan.
Masyarakat madani pun akan semakin mudah tercapai, walaupun di sisi lain hal
ini merupakan suatu tantangan bagi bangsa kita untuk dapat mengikuti
perkembangan dan kemajuan tekhnologi. Sebab tak kan tercipta masyarakat madani
apabila perkembangan dan kemajuan tekhnologi kita masih terbelakang dan hanya
bertumpu kepada bangsa asing. Masyarakat akan selalu tergantung kepada pihak
lain dan bertolak dari kemandirian serta cenderung akan mendekati masyarakat
yang konsumtif.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
sedang berkembang. Dalam proses perbaikan dari segala segi kehidupan, baik
dalam segi sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan tekhnilogi serta
budaya. Pembanguan demi pembanguan sarana dan prasarana selalu digalakan baik
oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dengan harapan agar bangsa kita
tidak tertinggal dengan bangsa-bangsa lain. Walaupun semua itu dengan
pengorbanan yang sangat besar. Negara harus berhutang kepada negara donatur
untuk setiap pembanguan dan kemajuan IPTEK bangsa. Hasilnya dapat kita nikmati
sekarang. Bangsa Indonesia tidak kalah majunya dengan negara-negara tetangga.
Berbagai fasilitas publik telah tersedia demi meunjang jalan perekonomian
bangsa. Barang-barang canggih banyak didatangkan dari luar negeri. Mulai dari
perabotan rumah tangga sampai kendaraan bermotor. Namun, seiring dengan
kemajuan pendidikan di Indonesia. Sekarang sebagian masyarakat Indonesia sudah
dapat merakitnya sendiri, walaupun masih mengimpor bahan dasarnya. Ini,
setidaknya Indonesia terus mengikuti perkembangan dan kemajuan tekhnologi.
Sehingga tidak heran jika mulai terdapat berbagai barang elektronik buatan anak
bangsa. Memang terasa sangat membanggakan mendengarnya. Namun, tanpa kita
sadari dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang begitu
santernya kita mulai melupakan akan apa tujuan dari yang kita lakukan ini.
Padahal hal ini tercantum jelas dalam landasan ideologi bangsa kita (Pancasila)
bahwa mengembangkan iptek haruslah secara beradab. Tercantum dalam sila kedua
yang berbunyi ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Perkembangan dan kemajuan IPTEK
seharusnya diwujudkan untuk keadilan dan kehidupan yang beradab serta bermoral.
Dengan segala fasilitas dan kemudahan yang ada seharusnya menyokong kita untuk
meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita, bukannya sebagai alat menindas
atau berbuat kejahatan serta kecurangan bagi mereka yang memegang penguasaan
akan IPTEK. Di sinilah betapa pentingnya landasan Pancasila yang kental dalam
setiap hati nurani anak bangsa Indonesia agar tidak akan timbul penyalahgunaan
perkembangan dan kemajuan IPTEK dalam kehidupan masyarakat. Seperti yang dapat
kita lihat dalam kehidupan keseharian. Berbagai macam informasi dapet dengan
mudah disebarkan kepada khalayak. Seseorang yang berniat jahat kepada orang
lain dapat dengan mudah untuk menghancurkan nama baiknya. Misalnya dengan
menyebarkan sms-sms fiktif yang isinya menjatuhkan atau memberikan berita
miring tentang orang tersebut dikarenakan dendam pribadi ataupun sakit hati.
Fenomena lain yang sangat
mengkhawatirkan adalah kalangan remaja bahkan anak-anak dapat dengan mudah
memperoleh informasi tentang apa saja yang mereka inginkan, padahal informasi
itu bukanlah porsi yang tepat bagi mereka. Banyak kenakalan remaja terjadi,
seperti pacaran kelewat batas yang menyebabkan MBA (Married by Accident). Itu
semua berawal dari informasi yang seharusnya belum ia terima pada seusianya.
Hal tersebut menyebabkan timbul keinginan untuk mencoba-coba. Hal yang paling
mencengangkan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Sosial
Masyarakat (LSM) menunjukan bahwa sebesar 96% siswa Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di kota-kota besar sudah pernah menonton video porno yang mereka dapat
mengaksesnya dengan mudah dari internet. Dengan tanpa dibarengi pengawasan dari
orang tua yang ketat serta kekuatan iman dan taqwa, perkembangan IPTEK justru
menjadi malapetaka bagi generasi penerus bangsa.
Peristiwa-peristiwa tersebut tidak
akan terjadi apabila masing-masing individu memegang teguh dasar-dasar
Pancasila. Penanaman Pendidikan Pancasila sejak usia dini merupakan antisipasi
awal dalam membangun filter bagi perkembangan dan kemajuan IPTEK yang
terlamapau deras. Sehingga moral dan mental anak bangsa justru tidak melorot
menghadapinya di tengah-tengah perubahan zaman. Dasar-dasar Pancasila dijadikan
sebagai tameng untuk penangkal hal-hal yang buruk dalam perkembangan IPTEK.
Lima sila yang terdapat dalam Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang
merupakan suatu rumusan kompleks dan menyeluruh dalam menjalani kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dengan demikian diharapan dapat tercipta kehidupan masyarakat
yang adil, beradab dan sejahtera, serta menyuluruh di setiap elemen lapisan
masyarakat.
Dalam bidang informasi dan
komunikasi telah terjadi kemajuan yang sangat pesat. Dari kemajuan dapat kita
rasakan dampak positipnya antara lain:
a. Kita akan lebih cepat mendapatkan informasi-informasi yang
akurat dan terbaru di bumi bagian manapun melalui internet
b. Kita dapat berkomunikasi dengan teman, maupun keluarga yang
sangat jauh hanya dengan melalui handphone
c. Kita mendapatkan layanan bank yang dengan sangat mudah. Dan
lain-lain.
Disamping keuntungan-keuntungan yang
kita peroleh ternyata kemajuan kemajuan teknologi tersebut dimanfaatkan juga
untuk hal-hal yang negatif, antara lain:
a. Pemanfaatan jasa komunikasi oleh jaringan teroris (Kompas)
b. Penggunaan informasi tertentu dan situs tertentu yang terdapat
di internet yang bisa disalah gunakan fihak tertentu untuk tujuan tertentu
c. Kerahasiaan alat tes semakin terancam Melalui internet kita
dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh
layanan tes psikologi secara langsung dari internet.
d. Kecemasan teknologi, selain itu ada kecemasan skala kecil akibat
teknologi komputer. Kerusakan komputer karena terserang virus, kehilangan
berbagai file penting dalam komputer inilah beberapa contoh stres yang terjadi
karena teknologi. Rusaknya modem internet karena disambar petir.
I.
Perkembangan Ilmu Kaitannya dengan Sosial dan Budaya
Pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dewasa ini mencapai kemajuan pesat
sehingga peradaban manusia mengalami perubahan yang luar biasa. Pengembangan
iptek tidak dapat terlepas dari situasi yang melingkupinya, artinya iptek
selalu berkembang dalam suatu ruang budaya. Perkembangan iptek pada gilirannya
bersentuhan dengan nilai-nilai budaya dan agama sehingga di satu pihak
dibutuhkan semangat objektivitas, di pihak lain iptek perlu mempertimbangkan
nilai-nilai budaya dan agama dalam pengembangannya agar tidak merugikan umat
manusia. Kuntowijoyo dalam konteks pengembangan ilmu menengarai bahwa
kebanyakan orang sering mencampuradukkan antara kebenaran dan kemajuan sehingga
pandangan seseorang tentang kebenaran terpengaruh oleh kemajuan yang
dilihatnya. Kuntowijoyo menegaskan bahwa kebenaran itu bersifat non-cumulative
(tidak bertambah) karena kebenaran itu tidak makin berkembang dari waktu ke
waktu. Adapun kemajuan itu bersifat cumulative (bertambah), artinya
kemajuan itu selalu berkembang dari waktu ke waktu. Agama, filsafat, dan
kesenian termasuk dalam kategori non-cumulative, sedangkan fisika,
teknologi, kedokteran termasuk dalam kategori cumulative (Kuntowijoyo,
2006: 4). Oleh karena itu, relasi iptek dan budaya merupakan persoalan yang
seringkali mengundang perdebatan.
Relasi
antara iptek dan nilai budaya, serta agama dapat ditandai dengan beberapa
kemungkinan sebagai berikut. Pertama, iptek yang gayut dengan nilai
budaya dan agama sehingga pengembangan iptek harus senantiasa didasarkan atas
sikap human-religius. Kedua, iptek yang lepas sama sekali dari
norma budaya dan agama sehingga terjadi sekularisasi yang berakibat pada
kemajuan iptek tanpa dikawal dan diwarnai nilai human-religius. Hal ini terjadi
karena sekelompok ilmuwan yang meyakini bahwa iptek memiliki hukum-hukum
sendiri yang lepas dan tidak perlu diintervensi nilai-nilai dari luar. Ketiga,
iptek yang menempatkan nilai agama dan budaya sebagai mitra dialog di
saat diperlukan. Dalam hal ini, ada sebagian ilmuwan yang beranggapan bahwa
iptek memang memiliki hukum tersendiri (faktor internal), tetapi di pihak lain
diperlukan faktor eksternal (budaya, ideologi, dan agama) untuk bertukar
pikiran, meskipun tidak dalam arti saling bergantung secara ketat.
Pancasila
sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya dan agama
dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengakomodir
seluruh aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demikian
pula halnya dalam aktivitas ilmiah. Oleh karena itu, perumusan pancasila
sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas ilmiah di Indonesia merupakan sesuatu
yang bersifat niscaya.S ebab pengembangan ilmu yang terlepas dari nilai
ideologi bangsa, justru dapat mengakibatkan sekularisme, seperti yang terjadi
pada zaman Renaissance di Eropa. Bangsa Indonesia memiliki akar
budaya dan religi yang kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan masyarakat
sehingga manakala pengembangan ilmu tidak berakar pada ideology bangsa, sama
halnya dengan membiarkan ilmu berkembang tanpa arah dan orientasi yang jelas.
Bertitik
tolak dari asumsi di atas, maka das Sollen ideologi pancasila berperan
sebagai leading principle dalam kehidupan ilmiah bangsa Indonesia. Para
Ilmuwan tetap berpeluang untuk mengembangkan profesionalitasnya tanpa
mengabaikan nilai ideologis yang bersumber dari masyarakat Indonesia sendiri.
1.
Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pengertian
pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa
jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Kedua, bahwa setiap iptek
yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilainilai pancasila sebagai
faktor internal pengembangan iptek itu sendiri. Ketiga, bahwa
nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek
di Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara
berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia. Keempat, bahwa setiap
pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia
sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian
ilmu).
2.
Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Kehadiran
ilmu pengetahuan dan teknologi di sekitar kita ibarat pisau bermata dua, di
satu sisi iptek memberikan kemudahan untuk memecahkan berbagai persoalan hidup
dan kehidupan yang dihadapi, tetapi di pihak lain dapat membunuh, bahkan
memusnahkan peradaban umat manusia. Contoh yang pernah terjadi adalah ketika
bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia Kedua.
Dampaknya tidak hanya dirasakan warga Jepang pada waktu itu, tetapi menimbulkan
traumatik yang berkepanjangan pada generasi berikut, bahkan menyentuh nilai
kemanusiaan secara universal. Nilai kemanusiaan bukan milik individu atau
sekelompok orang atau bangsa semata, tetapi milik bersama umat manusia.
Pentingnya
pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke dalam hal-hal
sebagai berikut. Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam
kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan
perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan
renungan dan refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke
dalam penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Kedua,
dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap lingkungan hidup
berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup manusia di masa
yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi para ilmuwan
dalam pengembangan iptek di Indonesia. Ketiga, perkembangan iptek yang
didominasi negara-negara Barat dengan politik global ikut mengancam nilai-nilai
khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong,
solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh karena itu, diperlukan
orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai global
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
Disamping semua itu, akibat kemajuan teknologi banyak terjadi berbagai
kasus sosial dan budaya diantaranya:.
a.
Perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini
semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam
dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah
perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol. Data yang
tertulis dalam buku Megatrend for Women : From Liberation to Leadership yang
ditulis oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa
peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang
memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri,
dan berbagai jabatan penting lainnya
b.
Meningkatnya rasa percaya diri. Kemajuan ekonomi di negara-negara Asia
melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan dan kemajuan ekonomi telah
meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri sebagai suatu
bangsa akan semakin kokoh. Bangsa-bangsa Barat tidak
lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.
c.
Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi
globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras.
Meskipun demikian kemajuan teknologi juga mempunyai dampak negatif
pada aspek budaya, diantaranya:
a.
Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja
dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan
berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat
menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”.
b.
Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin
lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong
royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang
berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat
bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin
meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret,
pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
c.
Pola interaksi antar manusia yang berubah. Kehadiran komputer pada kebanyakan
rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer
yang disambungkan dengan telpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk
berhubungan dengan dunia luar.
d.
Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang
asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung
internet (warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki
komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain
melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya
sendirian dengan komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC)
anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.
e.
Perubahan Tata Nilai
Berbagai penemuan teknologi
telah membawa perubahan yang begitu cepat dalam tata kehidupan masyarakat.
Perubahan itu antara lain cara orang bekerja, gaya hidup, dan tata nilai
masyarakat. Berbagai penemuan dan penerapan teknologi telah membuka fase
industrialisasi. Teknologi dan industrialisasi cenderung mempercepat tempo kehidupan,
pengangkutan serba cepat, dan komunikasi secepat kilat.
Ciri masyarakat industrialis
akan samgat tergantung pada produk teknologi. Ketergantungan ini telah
mendorong pada pilihan-pilihan yang terkait dengan reward (keuntungan) dan cost
(biaya). Untuk mencapai kesejahteraan hidup, orang cenderung untuk mendapatkan
keuntungan dan memperkecil biaya. Hal ini telah mengarahkan manusia ke dalam
paham materialisme. Akibatnya, ketergantungan manusia terhadap sesamanya
semakin berkurang. Ikatan sosial tradisional akan semakin luntur dan beralih
pada ikatan kepentingan dengan pertimbangan untung dan rugi. Muncullah tata
nilai budaya yang individual materialistik. Nilai-nilai kegotong-royongan,
terutama di lingkungan masyarakat kota mulai melemah.
f. Adanya Kesenjangan Sosial
Perkembangan industri dapat
meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan kerja. Tetapi juga memunculkan
kesenjangan sosial di masyarakat. Muncullah kelompok masyarakat pemilik modal
yang kaya bahkan menjadi konglomerat, tetapi juga ada kelompok masyarakat yang
tidak memiliki ketrampilan. Mereka yang tidak menguasai teknologi akan semakin
ketinggalan dan hidup miskin. Terjadilah jurang perbedaan yang begitu dalam
antara si kaya dan si miskin. Hal ini dapat mendorong kecemburuan sosial dan kerawanan
keamanan.
g. Berkembangnya Kenakalan
Remaja dan Kriminalitas
Perkembangan dan penerapan
iptek telah mendorong terjadinya globalisasi. Dengan berbagai macam media,
setiap orang termasuk para remaja mudah kena pengaruh nilai budaya lain,
termasuk tingkah laku kekerasan. Media massa dan terutama televisi
disebut-sebut sebagai salah satu media yang sangat besar pengaruhnya, khususnya
bagi remaja dan manusia pada umumnya.
Muncullah kenakalan
remaja antara lain karena adanya pengaruh dari luar melalui media massa
termasuk film-film di televisi. Begitu juga berbagai bentuk kriminalitas juga
dipengaruhi oleh media massa. Demikian uraian mengenai dampak penerapan IPTEK
terhadap lingkungan hidup. Jadi, jelas penerapan IPTEK memiliki banyak
keuntungan, tetapi juga ada dampak negatif yang harus dicari jalan
pemecahannya. Selain dampak positif, perkembangan sistem informasi, komunikasi,
dan transportasi juga memiliki dampak yang negative.
J.
Perkembangan Ilmu Kaitannya dengan Nilai Kemanusiaan
Hubungan ilmu dengan kemanusiaan sangatlah erat sekali
dikarenakan ilmu bisa berkembang karena keberadaan manusia,manusia mewujudkan
sifat-sifat baiknya untuk memelihara kelangsungan hidup ini didunia dan manusia
memenuhi kebutuhan hidupnya juga dengan ilmu. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT di
dalam Al-Qur’an bahwa manusia diciptakan oleh Alloh sebagai kholifah di bumi
sebagai wakil tuhan untuk menjaga kehidupan di dunia.
Ilmu
pada dasarnya mengungkap realitas sebagaimana adanya.Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan
alternatif kepada manusia untuk mengambil suatu keputusan yang menurut dirinya
menjadi keputusan yang terbaik, walaupun nantinya keputusan itu dianggap kurang
tepat oleh manusia lain. Akan tetapi hakikat kebenaran pastinya akan
dimanfaatkan oleh manusia secara umum karena sifat daripada kebenaran yang
mengungkap adalah waktu.
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang
mempelajari alam sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat
seharusnya: untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan ? dimana batas
wewenang penjelejahan keilmuan? Kearah mana pengembangan keilmuan harus
diarahkan? Pertanyaan ini jelas tidak merupakan urgensi ilmuwan seperti
Copernicus, Galileo, dan ilmuwan seangkatannya, namun bagi ilmuwan yang hidup
dalam abad kedua puluh yang telah mengalami dua kali perang dunia dan hidup
dalam bayangan perang dunia ketiga, pertanyaan-pertanyaan tidak dapat
dielakkan. Dan untuk menjawab pertanyaan ini maka ilmuwan berpaling kepada
hakikat moral. Banyaknya kejadian yang melanda umat manusia dewasa ini, manusia
semakin menyadari bahwa manfaat ilmu sangat penting membentuk etika, moral,
norma, dan kesusilaan.
Arti
kesusilaan menurut Leibniz filsuf pada zaman modern berpendapat bahwa
kesusilaan adalah hasil suatu “ menjadi” yang terjadi di dalam jiwa.
Perkembangan dari nafsu alamiah yang gelap sampai kehendak yang sadar, yang
berarti sampai kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh lengkap, disebabkan oleh
aktivitas jiwa sendiri. Apa yang benar-benar kita kehendaki telah terkandung sebagai
benih di dalam nafsu alamiah yang gelap. (Harun Hadiwijoyo, 1990, hlm. 44-45).
Oleh karena itu, tugas kesusilaan pertama ialah meningkatkan perkembangan itu
dalam diri manusia sendiri. Kesusilaan hanya berkaitan dengan batin kita.
Dalam kehidupan yang serba teknologi ini,
manusia dapat mengalami alienasi, manusia tidak lagi hidup secara langsung
bebas dengan lingkunagnnya, tetapi secara berangsur-angsur hidup dikelilingi
oleh teknologi, organisasi dan sistem yang diciptakan sendiri. Memang berkat ilmu
pengetahuan dan teknologi, manusia dapat bangkit dari tekanan berat alam yang
selalu mengganggunya, akan tetapi secara sistematis mulai tergantung pada hasil
ciptaannya dan organisasinya. Dominasi alam dapat dilepaskan, tetapi teknologi
dan birokrasinya bangkit dengan dominasi dan kekuatannya yang dahsyat menguasai
dan menjadikannya tergantung dan lemah.
Dalam
menghadapi situasi demikian itulah orang mulai sadar dengan datangnya krisisi
kehidupan dewasa ini, dalam arti struktur kehidupan sosial tidak mampu lagi
memberikan pemecahan yang diharapkan, untuk menjamin kelestarian sistem
kehidupan itu sendiri. Bagi Indonesia, tantangan ini bukan saja terbatas pada
bagaimana menghindari kecenderungan-kecenderungan dasar perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut di atas yang telah dirasakan oleh masyarakat
Barat, melainkan juga bagaimana membentuk struktur sosial budaya yang mampu
menghadapinya. Hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab ideologi dan strategi
pembangunan nasional, tetapi juga tugas agama dan budaya secara institusional.
DAFTAR
PUSTAKA
Bakhtiar,
Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Depdiknas. 2005. Landasan Teoridalam Pengembangan
Metode Pengajaran. Materi Pelatihan Terintegrasi Ilmu Pengetahuan Alam.
Jakarta: Depdik-nas Dirjen Pendasmen Direktorat Pend. LanjutanPertama.
Edy Chandra. 2016. Perkembangan sains
abad 20. Jakarta: Artikel Fisika.
Giancoli, Douglas C.. 2014. Fisika: Prinsip dan Aplikasi Edisi ke 7
Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Gail, Jones, & Carter, Glende. 2007. Science
Teachers Attitudes and Beliefs. Dalam
Handbook of Research On Science Education, hal 1067-1104. Eds. Sandra K. Abell and Norman G.Lederman. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Handbook of Research On Science Education, hal 1067-1104. Eds. Sandra K. Abell and Norman G.Lederman. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Hasbullah Bakry. 1986. Sistematika Filsafat, Jakarta,
Wijaya.
Kemble, E. C. (1966). Physical
science, its structure and development. Messachusetts : The M.I.T Press.
Kneller,
George F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. New York:
John Wiley & Sons, Inc. Kneller, George F. 1984. Movements of Thought in
Modern Education. New York: John Wiley & Sons.
Ledermann,
Norman, 2007, Nature of Science past, present and future Dalam Handbook of
Research On Science Eduction, hal. 831-879
Research On Science Eduction, hal. 831-879
Martin,
Michael. 1991. Science Education and Moral Education. Dalam History,
Philosophy, and Science Teaching, hal. 102-113; ed. Michael Matthews. Toronto & NY: OISE Press, Teacher College Press.
Philosophy, and Science Teaching, hal. 102-113; ed. Michael Matthews. Toronto & NY: OISE Press, Teacher College Press.
Mundilarto.
(2002). Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: JICA FMIPA UNY
Rusli.
2013. Pendidikan Fisika untuk Abad ke 21: Kesadaran, Wawasan, Kedalaman, Etika
Bandung: Jurnal Fisika.
Suparno,
Paul. 2012. Sumbangan Pendidikan Fisika terhadap Pembangunan Karakter
Bangsa. Yogyakarta: USD.
Bangsa. Yogyakarta: USD.
Suriasumantri,
Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Suseno,
Magnis F.1995. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Jakarta: Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum, Akal dan Hati
Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya