Senin, 19 Februari 2018

PENDIDIKAN FISIKA DITINJAU DARI HAKIKAT ILMU

HAKIKAT PENDIDIKAN FISIKA

A.    Esensi Pendidikan Fisika
Fisika modern telah membawa pengaruh yang dalam pada hampir semua aspek kehidupan umat manusia. Ia telah menjadi dasar bagi teknologi dan rekayasa kehidupan yang secara fundamental telah mengubah kondisi-kondisi kehidupan di muka bumi, baik kemaslahatan yang ditimbulkannya maupun kerusakan yang dihasilkannya. Saat ini, dapat dikatakan hampir tidak ada satupun industri yang tidak memanfaatkan hasil-hasil dari sains, dan pengaruhnya dalam struktur politik dunia dapat dilihat dari perlombaan persenjataan yang semakin canggih. Lebih jauh, pengaruh sains tersebut sudah bergerak jauh, melampaui batas teknologi dan secara dramatis telah meluas ke kancah pemikiran dan kebudayaan, dimana pengaruh tersebut menuntun manusia pada terjadinya revisi mendasar atas konsepsi manusia tentang alam semesta dan relasi manusia terhadapnya.
Pesatnya perkembangan ilmu fisika pada abad ke 20 merupakan sebuah fakta, yang dengan jelas digambarkan oleh popularnya istilah ‘Teori Relativitas’ dan ‘Teori Kuantum’ di lingkungan masyarakat. Salah satu perkembangan fisika Abad ke-20 adalah pemahaman gravitasi ke relativitas khusus. Isaac Newton (1642-1727), meletakkan dasar-dasar penalaran ilmiah dari banyak disiplin ilmu, dan mempunyai andil yang sangat besar pada perkembangan ilmu serta pemikiran filsafat. Teori Gravitasi Newton mempersatukan teori gerakan linear lurus yang dikemukakan Galileo dengan gerakan linear dalam garis tertutup yang diajukan oleh Keppler. Hukum-hukum Mekanika Newton memberi inspirasi pada pembuatan alat-alat bantu sederhana dalam kehidupan manusia. Apalagi prinsip-prinsip mekanik Newton dipacu secara spektakuler oleh temuan mesin Uap oleh James Watt tahun 1765. Dengan dua pilar itu dunia memasuki dunia industri.  Selama dua abad para ilmuwan bersepakat bahwa Newton telah membuat garis besar system of the world. Sampai akhir abad ke-19, para ilmuwan telah memiliki gambaran komprehensif tentang bagaimana kerja dunia. Sejumlah orang besar telah menyelesaikan problem besar. Tugas penerus hanyalah mengisi detil, untuk menambah angka desimal selanjutnya.  Seabad setelah Newton, matematikawan Perancis Lagrange (1736-1813) mengungkapkan pandangannya bahwa Newton adalah Jenius terbesar yang pernah ada. Aleksander Pope secara khusus membuatkan sebait puisi untuk Newton.
Nature, natures laws lay in hid in the dark. God said, let Newton be, and all was light.
Karena merasa bisa menjelaskan segala sesuatu, fisika klasik tampaknya sudah tak punya prospek lagi. Tak ada lagi kejayaan disana. Bahkan guru Max Planck (1858 1947) sempat berujar Fisika sudah tamat riwayatnya dan sudah menjadi jalan buntu. Itulah sebabnya ia menganjurkan Planck untuk mendalami musik dan menjadi pianis konser. Tetapi Planck tetap memilih fisika dan dengan teori kuantumnya serta teori relativitas Einstein, meluluh lantakkan pondasi sistem Newtonian.  Peralihan abad membawa krisis atau revolusi dalam fisika. Kedua teori itu telah menghadirkan paradigma baru. Menurut Thomas Khun, (Smolicz, 1984) pergeseran paradigma dibarengi oleh suatu revolusi pengetahuan. Sedemikian luasnya revolusi tersebut sehingga tampak abadi tidak tergantikan, Sistem Newton tampak menjadi seperti ilusi. Albert Eisnten memperlihatkan bahwa massa dapat dikonversi menjadi energi. Sehingga untuk Newton baru ini, Sir John Squire tergoda untuk menambahkan bait baru untuk puisi di atas.
Nature, natures laws lay in hid in the dark. God said, Let Newton be, and all was light.
It did not last: the Devil howling Ho. Let Einstein be restore the status quo.
Abad ke-20 merupakan abad yang dipenuhi dengan dinamika sejarah dan kehidupan. Sejumlah peristiwa besar yang melibatkan emosi dan pengaruh kuat terjadi pada abad ini. Dalam waktu hanya sekitar 30 tahun telah terjadi dua kali perang dunia yang melibatkan berbagai negara dan kawasan. Saat inipun dunia masih dibayang-bayangi ancaman perang dunia berikutnya. Kolonialisme dan imperialisme dalam berbagai bentuknya terjadi di banyak negara pada berbagai kawasan. Sekaligus upaya kemerdekaan suatu bangsa juga terus bergejolak bahkan hingga akhir abad ini. Keseluruhan peristiwa tersebut tidak terlepas dari pengaruh perkembangan sains. Teknologi yang kemudian berkembang semakin mempercepat laju perkembangan sains dan banyak merubah cara pandang dan prilaku manusia dalam kehidupan. Penemuan-penemuan listirk dan komunikasi, teknologi transportasi dan penerbangan antariksa, informatika dan sibernetika semakin memperdekat jarak dan memperpendek waktu tempuh kehidupan. Dunia kemudian seakan terbentuk menjadi sebuah kampung besar tanpa batas-batas demografis (The Borderless World). Kalau informasi ini direnungkan, kiranya tersadarkan betapa pesat informasi dapat disiarkan, dan betapa tinggi kemampuan manusia dengan peralatannya, sehingga mampu memberi informasi yang sedemikian rinci dalam
waktu yang sedemikian cepat. Suasana kepesatan itu, di samping telah dapat memacu pula laju pendalaman dan peluasan ilmu, juga sudah tampak mengubah sikap manusia, terlebih angkatan mudanya.
Penyadaran akan pentingnya Fisika itu, akan terdukung kalau pembelajaran Fisika menyempatkan mahasiswa untuk menjajagi wilayah yang cukup luas dalam Fisika: Wawasan tentang peran dan kemampuan Fisika menjelaskan berbagai hal, terlebih yang berkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi beserta peralatannya yang canggih. ilmu yang berhasil dihimpun dan dikuasai oleh mahasiswa itu, perlu dikendalikan pemanfaatannya oleh sikap etis yang kokoh. Kalau tidak demikian, seorang penguasa ilmu atau teknologi akan dapat menjadi berbahaya bagi lingkungannya, karena akan dapat merasa boleh menghalalkan semua cara. Maka pendidikan sarjana Fisika perlu juga menyediakan sarana seperti filsafat ilmu, agar lebih mengetahui asal usul pemikiran dan aturan Fisika, dan menghargai para pengembang ilmu di masa lalu itu, dan dengan demikian juga dapat lebih menghargai manusia lain yang sedang hidup, dan yang akan hidup di Bumi ini.
Sains termasuk fisika, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala alam. Oleh karena itu, untuk mempelajari fisika muncul adanya aktivitas dalam bentuk pengamatan atau eksperimen. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, fisika adalah ilmu tentang zat dan energy (seperti panas, cahaya, dan bunyi). Ada beberapa fisikawan mendefinisikan fisika sebagai ilmu pengetahuan yang tujuannya mempelajari bagin dari alam dan interaksi yang terjadi diantara bagian tersebut termasuk menerangkan sifat-sifatnya dan juga gejala lainnya yang dapat diamati.
Fisika adalah bagian dari sains. Sains berasal dari kata scientia yang berarti pengetahuan. Menurut Supriyono Koes (2003:4) membicarakan hakikat fisika sama halnya dengan membicarakan hakikat sains karena fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains. Oleh karena itu, karakteristik fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik sains pada umumnya. Kaitannya dalam pembelajaran fisika, objek yang diajarkan adalah fisika. Sedangkan fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik sains pada umumnya, maka dalam belajar fisika tidak terlepas dari penguasaan konsep- konsep dasar fisika, teori, atau masalah baru yang memerlukan jawaban melalui pemahaman sehingga ada perubahan dalam diri siswa. Untuk mendapatkan suatu konsep maka diperlukan suatu cara yaitu metode ilmiah atau scientific methods.
Fisika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan tentunya harus dipahami konsep-konsepnya secara utuh. Fisika sebenarnya adalah sebuah ilmu yang jika konsep-konsepnya dipegang dan dipahami dengan benar, maka salah satu manfaatnya adalah akan mengantarkan kita pada keteraturan alam. Dengan kita memahami keteraturan alam, Allah akan memberikan ketenangan pada jiwa manusia.
Sains atau ilmu pengetahuan alam pada dasarnya merupakan abstraksi dari aturan atau hukum alam yang disederhanakan. Penyederhanaan ini memang diperlukan sebab kejadian alam yang sebenarnya sangat kompleks. Untuk itu, fisika maupun sains pada umumnya bekerja dengan landasan beberapa asumsi yaitu bahwa objek-objek empiris mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang, dan kesemuanya jalin-menjalin mengikuti pola-pola tertentu (Suriasumantri, 1982: 7). Fisika menganggap bahwa setiap gejala alam terjadi bukan karena kebetulan, akan tetapi mengikuti pola- pola tertentu yang bersifat tetap atau disebut deterministik. Namun, ciri-ciri deterministik di sini bukanlah bersifat mutlak melainkan hanya berarti memiliki peluang untuk terjadi. Tujuan dasar setiap ilmu termasuk fisika adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas yang dapat diandalkan (Suriasumantri, 1982: 19). Fisika sebagai ilmu merupakan landasan pengembangan teknologi sehingga teori-teori fisika sangat membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi. Oleh karena itu, fisika berkembang dari ilmu yang bersifat kualitatif menjadi ilmu yang bersifat kuantitatif. Menurut Wospakrik (1993: 1) fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan memberi pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses alam dan sifat zat serta penerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua proses fisika ternyata dapat dipahami melalui sejumlah hukum alam yang bersifat dasar. Namun demikian, pemahaman ini memerlukan pengetahuan abstraksi dari proses yang bersangkutan dan penalaran teoretis secara terperinci dalam komponen-komponen dasarnya secara berstruktur agar dapat dirumuskan dan diolah secara kuantitatif. Perumusan kuantitatif ini memungkinkan dilakukan analisis secara mendalam terhadap masalah yang dikaji dan melakukan prediksi tentang hal-hal yang bakal terjadi berdasarkan model penalaran yang diajukan. Sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya prediksi dan kontrol fisika.

Pembelajaran Fisika adalah bagian dari pelajaran ilmu alam. Ilmu alam secara klasikal dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) ilmu-ilmu fisik (physical sciences) yang objeknya zat, energi, dan transformasi zat dan energi, (2) ilmu-ilmu biologi (biological sciences) yang objeknya adalah makhluk hidup dan lingkungannya (Kemble, 1966: 7). Belajar fisika yang dikembangkan adalah kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. (Depdiknas, 2003: 1)
Selanjutnya secara garis besar pembelajaran Fisika seperti yang diungkapkan oleh Abu Hamid(sulistyono,1998:12), adalah sebagai berikut:
1.      Proses belajar Fisika bersifat untuk menentukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam, serta untuk dapat menimbulkan reaksi, atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima secara objektif, jujur dan rasional.
2.      Pada hakikatnya mengajar Fisika merupakan suatu usaha untuk memilih strategi mendidik dan mengajar yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan upaya untuk menyediakan kondisi-kondisi dan situasi belajar Fisika yang kondusif, agar murid secara fisik dan psikologis dapat melakukan proses eksplorasi untuk menemukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Pada hakikatnya hasil belajar Fisika merupakan kesadaran murid untuk memperoleh konsep dan jaringan konsep Fisika melalui eksplorasi dan eksperimentasi, serta kesadaran murid untuk menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.
Pendidikan fisika sebagai bagian pendidikan sains, mempunyai tiga aspek: pengetahuan, proses, dan sikap (Martin, 1991: 102-103). Aspek pertama adalah pengetahuan. Pendidikan fisika membantu siswa mengerti gejala alam, hukum-hukum alam dan teori yang mendasarinya. Dalam aspek ini, siswa belajar tentang hukum Newton, hukum pemantulan cahaya, dua sifat cahaya sebagai gelombang dan partikel, hukum kekekalan energi, teori atom, prinsip ketidakpastian dll. Dengan mengerti hukum dan teori fisika yang ada, siswa lebih memahami alam semesta sehingga dapat mengolah, menggunakan, dan menghidupinya dengan lebih baik. Aspek kedua adalah proses pembelajaran fisika. Siswa dibantu untuk mengerti bagaimana fisikawan melakukan percobaan dan mengambil kesimpulan. Inilah yang disebut metode ilmiah. Langkahnya: ada persoalan, membuat hipotesa, melakukan percobaan, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan apakah hipotesanya benar atau tidak. Dengan metode ilmiah ini siswa diajari berpikir rational, berpikir dengan data dan bukti, serta analisis berdasarkan kaidah-kaidah tertentu. Aspek ketiga adalah sikap dalam belajar fisika. Pendidikan fisika membantu siswa mengembangkan sikap belajar fisika, seperti sikap jujur, disiplin, teliti, obyektif, setia pada data, daya tahan dalam menghadapi persoalan yang sulit, dan kerjasama dengan orang lain. Sikapsikap ini dihidupi dan dikembangkan oleh para fisikus dalam penelitian dan pengembangan ilmu mereka. Proses dan sikap itulah yang dapat banyak mengubah cara hidup orang (Martin, 1991: 102-103). Dari aspek proses dan sikap, siswa dapat menggunakan apa yang diketahui dan dialami dalam belajar fisika untuk hidup bersama orang lain. Misalnya, siswa yang biasa jujur dalam praktikum diharapkan juga berlaku jujur di rumah dan di luar kelas; siswa yang biasa bekerja teliti, diharapkan juga teliti dalam pekerjaannya di luar sekolah; siswa yang biasa tekun dalam mengerjakan soal fisika, diharapkan juga tekun dalam mengerjakan tugas yang lain di 3 rumah; siswa yang biasa kerjasama dengan teman-teman yang berbeda, diharapkan dapat bekerjasama dengan orang lain di masyarakat yang beraneka (Suparno, 2012).
B.     Ontologi Sains Fisika
1. Pengertian Ontologi
Menurut bahasa, Ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Menurut istilah, Ontology adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak (Bakhtiar , 2004).
Menurut Suriasumantri (1985), Ontology membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
2. Ontologi Sains/Ilmu
Ilmu atau science secara harfiah berasal dari kata Latin scire yang berarti mengetahui. Karena itu, science dapat diartikan “situasi” atau fakta mengetahui, sepadan dengan pengetahuan (knowledge), yang merupakan lawan dari intuisi atau kepercayaan. Selanjutnya, kata science mengalami perkembangan dan perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji. Dengan demikian, sains yang berarti “pengetahuan” berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi indrawi.” Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik, sejalan dengan definisi lain tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik”. Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat empiris, baik berhubungan dengan benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi dan sosiologi. Inilah karakter sains yang paling mendasar dalam pandangan epistemologi konvensional. Sains merupakan produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat dilakukan, baik terhadap benda-benda mati (anorganik) maupun makhluk hidup sejauh hasil eksperimen dapat diobservasi secara indrawi. Eksperimen pun dapat dilakukan terhadap manusia, seperti yang dilakukan Waston dan penganut aliran behaviorisme klasik lainnya.
Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan Fisika adalah studi mengenai dunia anorganik fisik, sebagai lawan dari dunia organik sepertibiologi, fisiologi dan lain-lain. (physical science, Britannica Concise Encyclopedia, 2006).Atau dalam pengertian lain fisika adalah ilmu yang mempelajari/mengkaji  benda-benda yang ada di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut secara fisik dan mencoba merumuskannya secara matematis sehingga dapat dimengerti secara pasti oleh manusia untuk kemanfaatan umat manusia lebih lanjut. Jadi fisika merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan sains yang mempelajari sesuatu yang konkret dan dapat dibuktikan secara matematis dengan menggunakan rumus-rumus persamaan yang didukung adanya penelitian yang terus dikembangkan oleh para fisikawan.

C.    Epistemologi Sains Fisika
1. Pengertian Epistemologi
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan lingkungan pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. (Dwi Hamlyn, History of Epstemology, dalam Amsal Bakhtiar. 2004 : 148). Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaanpertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa? Kriterianya apa saja? (Idris, Epistemologi / Filsafat pengetahuan. 2010). Dalam Kamus Webster disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-batas ilmu pengetahuan Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan. Filsafat, tulis Suriasumantri, tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar ada, tentang hidup dan eksistensi manusia.
2. Epistemologi Sains
Epistemologi Sains adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi Sains merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya.
Menurut sejarah, fisika adalah bidang ilmu yang tertua, karena dimulai dari pengamatan-pengamatan dari gerakan benda-benda langit. Terdapat dua hal saling terkait yang tidak bisa dipisahkan di dalam fisika, yaitu pengamatan dalam eksperimen dan telaah teori. Keduanya tidak dapat dipisahkan saling tergantung satu sama lain. Untuk sesuatu yang baru teori bergantung pada hasil-hasil eksperimen, tapi di sisi lain arah eksperimen dipandu dengan adanya teori (Timo A. Nieminen, Theory versus experiment? No!, The University of Queensland, Friday, 6th October, 2006). Awal mula adanya ilmu fisika ini lebih pada berbagai macam pertanyaan yang timbul dalam benak manusia mengenai segala apa yang ada dan terjadi di alam ini yang membuat manusia melakukan berbagai upaya guna mencari jawabannya. Salah satunya adalah dengan melakukan pengamatan yang dilanjutkan dengan penelitian yang akhirnya akan mendapatkan suatu hasil sebagai jawaban berupa teori mengenai fenomena alam yang ada dalam hukum-hukum fisika.  Segala apa yang dikaji dalam fisika tidak lepas dari apa yang telah tersirat dalam Al-qur’an.
D.    Aksiologi Sains Fisika
1. Aksiologi
Secara etimologis, Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani, axios, yang berarti nilai, dan logos, yang berarti teori. Terdapat banyak pendapat tentang pengertian aksiologi. Menurut Jujun S. Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Manusia adalah makhluk yang memiliki tujuan di bumi ini untuk beribadah kepada Allah, ibadah ini dalam pengertian yang luas dan bukan hanya ibadah yang sifatnya khusus belaka. Untuk memaksimalkan ibadah dan penghambaan manusia pada Sang Pencipta itu, manusia harus mengenal Ayat-Ayat Kauniyah yang telah diturunkan sebagai kebenaran bagi manusia. Salah satu Ayat Kauniyah itu adalah Fisika yang seharusnya menyenangkan, karena dengan jalan demikian yang merupakan salah satu dari banyak jalan kita dapat lebih memaksimalkan potensi religiousitas kita. Ketika kita belajar fisika, kita melihat fenomena-fenomena alam yang begitu menakjubkan. Sehingga akan menambah keimanan kita sebagai hamba Allah. Tujuan fisika adalah agar kita dapat mengerti bagian dasar dari benda-benda dan interaksi antara benda-benda, jadi untuk menerangkan gejala-gejala alam. Perkembangan ilmu fisika dalam kehidupan manusia telah membawa manusia kepada kehidupan yang lebih baik.
2. Peranan Aksiologi Sains Dalam Membentuk Pola Pikir atau Sikap
Keilmuan
Menurut Bramel (dalam Amsal 2009: 163), aksiologi terbagi tiga bagian : 1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika. 2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan. 3. Socio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik. Lebih dari itu ada yang berpendapat dengan menyamakan antara aksiologi dan ilmu. Dari definisi aksiologi diatas, terlihat jelas bahwa permasalahan utama aksiologi adalah nilai.. Francis Bacon menilai bahwa aksiologi ilmu adalah terciptanya kemaslahatan manusia. Tujuannya yaitu mengusahakan posisi yang lebih menguntungkan bagi manusia dalam menghadapi alam. Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi ilmu sekurang-kurangnya memiliki tiga garapan yaitu; 1) Ilmu sebagai alat eksplanasi, 2) Ilmu sebagai alat memprediksi, 3) Ilmu sebagai alat pengontrol.
Ilmu sebagai alat eksplanasi, ia dapat menjelaskan tentang berbagai peristiwa, baik hubungan antar peristiwa, sebab-sebabnya dan gejalagejala/tanda-tandanya, ataupun sebab akibatnya.
Ilmu sebagai alatmemprediksi, ia dapat memperkirakan atau melakukan suatu cara pendekatanpendekatan untuk mengetahui tentang akan terjadinya suatu peristiwa/kejadian/keadaan.
Ilmu sebagai alat pengontrol, ia dapat menghindari atau mengurangi akibat-akibat atau akan datangnya suatu peristiwa/kejadian yang berbahaya atau tidak menyenangkan.
Dari penjelasan tersebut maka aksiologi sains seharusnya mampu membentuk pola pikir atau sikap keilmuwan seperti suatu pepatah yang lama dikenal, bahwa padi makin berisi makin merunduk yang biasanya diartikan semakin berilmu seseorang maka semakin berbudi atau semakin menyadari akan eksistensi konsep diri yang rendah hati, tidak sombong dan selalu merasa kurang. Sikap inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak pernah berhenti mempelajari sesuatu. Yang pada akhirnya akan memunculkan ide-ide atau pemikiran yang cemerlang terhadap pengembangan ilmu yang telah ditemukannya. Karena manfaat ilmu sesungguhnya terasakan jika ada banyak orang dapat mengapresiasikan dan menerima ilmu sebagai suatu kebaikan kolektif atau untuk kepentingan orang banyak sehingga akan kembali kebaikan tersebut kepada diri orang yang menemukannya. Kemudian jika ilmu berpusat pada aku (egosentris) maka kehancuran akan lebih besar kembali kepada diri orang tersebut. itulah sebenarnya hakikat aksiologi sains. Maka ilmu diciptakan oleh Allah SWT semata-mata bukanlah untuk saling menghancurkan, tetapi saling menjaga dan memelihara, seperti tercermin dalam sifat-sifat Allah yang Maha Rahman, Rahim, Fatah, Alim dan seterusnya agar segenap ciptaannya dapat memiliki hidup dan kehidupan yang penuh berkah. Kebaikan akan abadi dan tetap dikenang sebagai suatu kebaikan walaupun jasad sudah dikandung tanah.


3. Implementasi Aksiologi Sains dalam hidup dan kehidupan
Karena dalam penjelasan sebelumnya bahwa aksiologi sains dapat membentuk pola pikir dan sikap keilmuwan untuk kemaslahatan. Sehingga untuk menerapkan dalam kehidupan ada beberapa pendekatan yang harus dilakukan yang antara lain: 1. Mengetahui dan memahami sumber yang hak dari ilmu itu sendiri beserta sifat-sifatnya. 2. Mengetahui dan memahami konsep diri dan eksistensi keberadaan kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. 3. Mengetahui dan memahami awal/bermulanya suatu kehidupan dan berakhirnya tiap-tiap makhluk memiliki masanya/waktunya sendiri. Dan tiap suatu perbuatan memiliki konsekuensinya masing-masing. Dari tiga pendekatan tersebut hal yang penting dalam penerapannya adalah pertanggungjawaban, yang secara jelas sekali dari makna aksiologi sains adalah apa manfaat ilmu yang juga mengandung jawaban yang sangat jelas yakni untuk kemaslahatan, sehingga hukumnya berbanding lurus yakni semakin banyak kemaslahatan tercipta, semakin manfaat ilmu tersebut.

E.     Aspek Hakikat Fisika
Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses  pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di sekolah menengah pertama merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam pembelajaran fisika, pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep siswa. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Dalam pembelajaran akan ada komunikasi antara guru dengan siswa. Seperti yang dikemukakan Latuheru (1988: 1) bahwa segala sesuatu yang menyangkut pembelajaran merupakan proses komunikasi.  Komunikasi dalam pembelajaran merupakan komunikasi timbal balik (interaksi edukatif) yang terjadi tidak dengan sendirinya tetapi harus diciptakan oleh guru dan siswa.
Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa “sains pada hakekatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (“a body of knowledge”), cara atau jalan berpikir (“a way of thinking”), dan cara untuk penyelidikan (“a way of investigating”)”. Dengan mengacu kepada pernyataan ini ternyata bahwa, pandangan kebanyakan orang, pandangan para ilmuwan, dan pandangan para ahli filsafat yang dikemukakan di atas tidaklah salah, melainkan masing-masing hanya merupakan salah satu dari tiga hakikat Fisika dalam pernyataan itu.
Istilah lain yang juga digunakan untuk menyatakan hakekat  adalah Fisika sebagai produk untuk pengganti pernyataan Fisika sebagai sebuah kumpulan pengetahuan (“a body of knowledge”), Fisika sebagai sikap untuk pengganti pernyataan Fisika sebagai cara atau jalan berpikir (“a way of thinking”), dan Fisika sebagai proses untuk pengganti pernyataan Fisika sebagai cara untuk penyelidikan (“a way of investigating”). Karena fisika merupakan bagian dari Fisika atau sains, maka sampai pada tahap ini kita dapat menyamakan persepsi bahwa hakekat fisika adalah sama dengan hakekat Fisika atau sains, hakekat fisika adalah sebagai produk (“a body of knowledge”), fisika sebagai sikap (“a way of thinking”), dan fisika sebagai proses (“a way of investigating”). Berikut ini akan dikemukakan lebih rinci mengenai hakekat fisika itu.
Lederman dalam Atar dan Gallard (2014), Nature of Science mengacu pada nilai-nilai dan keyakinan yang melekat pada pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut hakikatnya, fisika yang merupakan sains bukanlah sekedar kumpulan ilmu pengetahuan semata. Lebih dari itu menurut Collette dan Chiappetta (1994), sains merupakan a way of thinking (afektif), a way of investigating (proses), dan a body of knowledge (kumpulan ilmu pengetahuan).
Aspek dari hakikat fisika yaitu;
1.      Fisika Sebagai Produk
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia, terjadi interaksi antara manusia dengan alam lingkungannya. Interaksi itu memberikan pembelajaran kepada manusia sehinga menemukan pengalaman yang semakin menambah pengetahuan dan kemampuannya serta berubah perilakunya. Dalam wacan ilmiah, hasil-hasil penemuan dari berbagai kegiatan penyelidikan yang kreatif dari pada ilmuwan dinventarisir, dikumpulkan dan disusun secara sistematik menjadi sebuah kumpulan pengetahuan yang kemudian disebut sebagai produk atau “a body of knowledge”. IPA (termasuk fisika) sebagai produk dapat diartikan sebagai kumpulan informasi/fakta yang dihasilkan dari proses-proses ilmiah yang dilandasi dengan sikap-sikap ilmiah tersebut (Mundilarto, 2002: 2). Menurut Collette dan Chiappetta (1994), fisika sebagai produk tersusun dari fakta, konsep, prinsip, hukum, hipotesis, teori, dan model. Fisika sebagai produk juga dapat diartikan sebagai informasi-informasi yang sudah masak yang ada dalam ilmu fisika. Pengelompokkan hasil-hasil penemuan itu menurut bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu pengetahuan yang kemudian disebut sebagai fisika, kimia dan biologi. Untuk fisika, kumpulan pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori dan model.
a. Fakta
       Fakta adalah keadaan atau kenyataan yang sesungguhnya dari segala peristiwa yang terjadi di alam. Fakta merupakan dasar bagi konsep, prinsip, hukum, teori atau model. Sebaliknya kita juga dapat menyatakan bahwa, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model keberadaannya adalah untuk menjelaskan dan memahami fakta.
b. Konsep
       Konsep adalah abstraksi dari berbagai kejadian, objek, fenomena dan fakta. Konsep memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu. Menurut Bruner, Goodnow dan Austin (collette dan chiappetta: 1994) konsep memiliki lima elemen atau unsur penting yaitu nama, definisi, atribut, nilai (value), dan contoh. Yang dimaksud dengan atribut itu misalnya adalah warna, ukuran, bentuk, bau, dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan intelektual anak, keabstrakan dari setiap konsep adalah berbeda bagi setiap anak. Menurut Herron dan kawan-kawan (dalam Collette dan Chiappetta 1994), konsep fisika dapat dibedakan atas konsep yang baik contoh maupun atributnya dapat diamati, konsep yang contohnya dapat diamati tetapi atributnya tidak dapat diamati, dan konsep yang baik contoh maupun atributnya tidak dapat diamati.
c. Prinsip dan hukum
       Istilah prinsip dan hukum sering digunakan secara bergantian karena dianggap sebagai sinonim. Prinsip dan hukum dibentuk oleh fakta-fakta dan konsep-konsep. Ini sangat perlu dipahami bahwa, hukum dan prinsip fisika tidaklah mengatur kejadian alam (fakta), melainkan kejadian alam (fakta) yang dijelaskan keberadaannya oleh prinsip dan atau hukum.
d. Rumus            
       Rumus adalah pernyataan matematis dari suatu fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Dalam rumus kita dapat melihat saling keterkaitan antara konsep-konsep dan variable-variabel. Pada umumnya prinsip dan hukum dapat dinyatakan secara matematis.
e. Teori
       Teori disusun untuk menjelaskan sesuatu yang tersembunyi atau tidak dapat langsung diamati, misalnya teori atom, teori kinetik gas, teori relativitas. Teori tetaplah teori tidak mungkin menjadi hukum atau fakta. Teori bersifat tentatif sampai terbukti tidak benar dan diperbaiki. Hawking (1988) yang dikutip oleh Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa “kita tidak dapat membuktikan kebenaran suatu teori meskipun banyak hasil eksperimen mendukung teori tersebut, karena kita tidak pernah yakin bahwa pada waktu yang akan dating hasilnya tidak akan kontradiksi dengan teori tersebut, sedangkan kita dapat membuktikan ketidakbenaran suatu teori cukup dengan hanya satu bukti yang menyimpang. Jadi, teori memiliki fungsi yang berbeda dengan fakta, konsep maupun hukum” 
f. Model
       Model adalah sebuah presentasi yang dibuat untuk sesuatu yang tidak dapat dilihat. Model sangat berguna untuk membantu memahami suatu fenomena alam, juga berguna untuk membantu memahami suatu teori. Sebagai contoh, model atom Bohr membantu untuk memahami teori atom.

2.      Fisika Sebagai Proses
Fisika sebagai proses atau juga disebut sebagai “a way of investigating” memberikan gambaran mengenai bagaimana para ilmuwan bekerja melakukan penemuan-penemuan, jadi Fisika sebagai proses memberikan gambaran mengenai pendekatan yang digunakan untuk menyusun pengetahuan. Dari uraian di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa pemahaman fisika sebagai proses sangat berkaitan dengan kata-kata kunci fenomena, dugaan, pengamatan, pengukuran, penyelidikan, dan publikasi. Pembelajaran yang merupakan tugas guru termasuk ke dalam bagian mempublikasikan itu. Dengan demikian pembelajaran fisika sebagai proses hendaknya berhasil mengembangkan keterampilan proses sain pada diri siswa.
Proses sains diturunkan dari langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. Langkah-langkah tersebut disebut sebagai keterampilan proses sains yang mencakup observasi, mengukur, inferensi, memanipulasi variabel, merumuskan hipotesis, menyusun grafik dan tabel data, mendefinisikan secara operasional, dan melaksanakan eksperimen (Mundilarto, 2002: 13).
Menurut Hetherington, dkk. (dalam Collette dan Chiappetta, 1994), memahami bagaimana proses terbentuknya suatu ilmu pengetahuan itu lebih penting daripada ilmu pengetahuan itu sendiri. Mundilarto, membagi keterampilan proses menjadi dua, yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses sains dasar, meliputi: mengamati/observasi, mengklasifikasi, berkomunikasi, mengukur, memprediksi, dan membuat inferensi. Apabila dianalogikan dalam pembelajaran, kemampuan proses sains dasar dapat tercerminkan sebagai aspek psikomotor yang dalam kurikulum 2013 dimasukkan dalam KI 4. Sedangkan keterampilan proses sains terpadu, meliputi: mengidentifikasi variabel, merumuskan definisi operasional dari variabel, menyusun hipotesis, merancang penyelidikan. Keterampilan sains terpadu tercerminkan sebagai proses berpikir tingkat tinggi.

3.         Fisika Sebagai Sikap
Dari penjelasan mengenai hakikat fisika sebagai produk dan hakekat fisika sebagai proses di atas, tampak terlihat bahwa penyusunan pengetahuan fisika diawali dengan kegiatan-kegiatan kreatif seperti pengamatan, pengukuran dan penyelidikan atau percobaan, yang kesemuanya itu memerlukan proses mental dan sikap yang berasal dan pemikiran. Jadi dengan pemikirannya orang bertindak dan bersikap, sehingga akhirnya dapat melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah itu. Pemikiran-pemikiran para ilmuwan yang bergerak dalam bidang fisika itu menggambarkan, rasa ingin tahu dan rasa penasaran mereka yang besar, diiringi dengan rasa percaya, sikap objektif, jujur dan terbuka serta mau mendengarkan pendapat orang lain. Sikap-sikap itulan yang kemudian memaknai hakikat fisika sebagai sikap atau “a way of thinking”. Menurut Collette dan Chiappetta (1994), beberapa karakter tersebut adalah sebagai beliefs (keyakinan), curiosity (rasa ingin tahu), imagination (imajinasi), reasoning (penalaran), dan self-examination (pemahaman diri).
Menurut KBBI, keyakinan (beliefs) berarti kepercayaan dan sebagainya yang sungguh-sungguh, dan juga berarti sebagai bagian agama atau religi yang berwujud konsep yang menjadi keyakinan (kepercayaan) para penganutnya. Keyakinan merupakan dasar dari tindakan seseorang yang dipercayainya sebagai sesuatu yang benar dan dapat dicapai (Sugeng, 2015). Keyakinan adalah sebuah hal yang sangat penting dimiliki oleh seseorang apalagi sebagai makhluk beragama. Sebagai negara Pancasila, Indonesia menghimpun karakter ini pada Kurikulum 2013, khususnya Kompetensi Inti (KI) 1. Karakter lainnya, yaitu curiosity (rasa ingin tahu), imagination (imajinasi), reasoning (penalaran), dan self-examination (pemahaman diri) tertampung dalam Kompetensi Inti 2 Kurikulum 2013. Karakter-karakter ini secara tidak langsung akan memperngaruhi bagaimana seorang saintis atau fisikawan berpikir.

F.     Fenomena Fisika dalam Kehidupan
Fenomena dalam Fisika sangat banyak sekali kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan. Sehingga  Fisika bisa dijadikan pelajaran hidup. Beberapa contoh fenomena fisika yang bisa dikaitkan dengan kehidupan manusia diantaranya Tekanan dalam fisika yang mempunyai persamaan  P= F/A.
Fisika, adalah sebuah ilmu yang mempelajari fenomena fisis yang direpresentasikan dalam bentuk matematis. Kata fisika sebenarnya sudah tidak asing bagi telinga seorang pelajar, tapi apa yang ada di pikiran pelajar belum tentu sama dengan arti fisika sebenarnya. Misal jika kita katakan apakah bunyi hukum Newton II itu? Mungkin mereka sangat hafal “Percepatan yang dialami oleh suatu benda berbanding lurus dengan gayanya dan berbanding terbalik dengan massa bendanya”. Atau biasa kita nyatakan dalam F = m a. Terus apa? Terus kenapa  Inilah sebenarnya kendala kita, kita hanya terjebak dalam konteks matematisnya saja, kita terbiasa   dengan mengerjakan soal-soal dengan rumus-rumus yang banyak. Contohnya, kita tahu konsep tentang tekanan. Yang biasa dinyatakan P =  F / A, dengan P adalah tekanan, F adalah gaya, dan A adalah luasan tempat gaya tersebut bekerja.
Para pelajar hanya menggunakan rumus tersebut apa adanya tanpa adanya rasa mengerti apa makna rumus tersebut. Coba kita berfikir di luar kebiasaan, anak-anak muda mengatakan “Thinking Out of The Box”.. Misal, P adalah tekanan yang kita rasakan di hati kita, F adalah gaya dari luar yang akan menekan hati dan perasaan kita, dan A adalah seberapa lapang hati kita. Jika hati kita sangat sempit (A sangat kecil), meski gaya dari luar tidak terlalu besar (F tidak terlalu besar), maka akan mengahasilkan tekanan ke hati yang besar (P besar), kita akan mudah sterss, kita akan mudah tertekan, dan kita akan mudah menyerah.
Sedangkan jika hati kita sangat lapang, sangat lapang, berapa pun besar gayanya, maka akan menghasilkan tekanan di hati yang tidak terlalu besar, artinya betapa berat masalah yang kita hadapi, betapa rumit permasalahan kita, kita akan bisa menyelesaikan masalah tersebut dengan hati lapang dan pikiran tenang. Benar-benar Fisika adalah IImu dari Tuhan.  Jika kita sedikit serius dan berusaha memahami ilmu yang kita pelajari, dalam hal ini ilmu Fisika, kita akan mulai menemukan fenomena-fenomena yang akan menunjukkan Keesaan Tuhan, bagaimana Tuhan bisa menghancurkan Alam Semesta begitu mudahnya, bagaimana Jin dan Setan menembus badan kita. Saya sengaja tidak menerangkannya sekarang, untuk menambah penasaran pembaca. Sekali lagi, Fisika bukanlah ilmu yang hanya berkelit di matematika. Fisika adalah ilmu yang diturunkan oleh Tuhan untuk memahami  fenomena alam di sekitar manusia, sebagai tanda KeesaanNya, Allah SWT.
Rumus tekanan  di atas mungkin sangatlah familiar bagi para ahli fisika ataupun orang-orang yang menyukai fisika. Namun tahukah anda untuk membaca rumus di atas dapat dibaca dengan berbagai cara. Adapun cara-cara membaca rumus di atas adalah:
1.    Orang matematika akan membaca rumus tersebut sebagai berikut: “Tekanan (P) sama dengan Gaya (F) dibagi luas permukaan (A)”
2.    Orang fisika akan membaca rumus tersebut dengan cara lain yaitu:
“Tekanan yang diterima suatu benda merupakan besar gaya yang diterima benda tersebut pada luasan tertentu, semakin besar gaya semakin besar pula tekanan, tapi semakin besar luas permukaan semakin kecil tekanan yang diterima benda tersebut”
Perbedaan cara baca tersebut tidak menjadi masalah, karena setiap ilmu mempunyai sudut pandang tertentu terhadap sebuah fenomena. Hal menarik yang ingin disampaikan adalah ketika seorang guru membaca rumus tersebut dengan cara seperti ini:
“Kita tidak akan pernah merasakan tekanan dalam kehidupan, sebesar apapun masalah yang menghantam dirri kita bisa melapangkan dada kita”
Begitulah ilmu pengetahuan, selalu ada keteraturan di dalamnya. Keteraturan yang diciptakan Sang Pengatur.
Pernahkan anda diinjak dengan sepatu hak tinggi? Bagaimana rasanya bila dibandingkan ketika anda diinjak dengan sepatu yang lebar? Mungkin dua-duanya sakit tapi pastinya ketika diinjak dengan sepatu hak tinggi anda akan merasakan lebih sakit. Begitu pun dala menghadapi permasalahan kehidupan. Pernahkan anda meilhat orang yang kehilangan benda? Apakah ekspresi setiap orang akan sama ketika kehilangan suatu benda? Tentunya tidak, ada orang yang ketika dia kehilangan benda, dia akan pusing minta ampun, gelisah, sampai frustasi. Ada juga orang yang ketika barangnya hilang, dia hanya bersikap tenang dan tidak terlalu memikirkannya. Kedua orang tersebut menampilkan perilaku yang berbeda disebabkan karena hati mereka berbeda. Orang pertama mengatur hatinya menjadi sempit dan sulit, sehingga masalah kecil pun akan menjadi rumit, sedangkan orang kedua mengatur hatinya menjadi luas dan lapang, sehingga bisa menghadapi masalah sebesar apapun dengan tenang.
Begitulah fisika selalu mengajarkan tentang kehidupan.Tekanan tidak hanya diajarkan mengatur gaya dan luas permukaan sehingga dapat menghasilkan tekanan maksimum, tetapi dalam kehidupan tekanan diajarkan bagaimana kita dapat mengatur hati kira untuk menghadapi berbagai masalah besar ataupun kecil sehingga kita bisa menerima tekanan yang minimum.
Sangat menarik jika kita memperhatikan hokum-hukum fisika (hokum-hukum tentang alam) karena ternyata aa kesamaan prinsip antara hokum-hukum fisika dan prinsip-prinsip dalam kehidupan rohani orang percaya. Bagi saya, ini menyatakan bahwa pencipa alam rohani dan pencipta alam fisika adalah sama.
Salah satu contoh mengenai hal ini adalah Hukum tentang tekanan dan gas yang terdapa dalam hukum termodinamika yang pertama. Hukum tersebut memberikan persamaan energy gas pada kondisi isobarik, yaitu:
W = P.(V2-V1)
Mungkin yang tidak berkecimpung dalam persoalan termodinamika kurang memahami makna persamaan di atas. Karena itu saya akan mencoba menyederhanakannya dalam kata-kata yang lebih sederhana, yaitu: “semakin besar tekanan, maka usahapun akan meningkat atau dengan kata lain ada suatu tenaga yang besar jika tekanan semakin besar”
Mari kita ambil contoh-contoh praktus pemanfaatan persamaan di atas dalam kehidupan sehari-hari:
1. Teko yang bisa “bersiul” jika air di dalamnya mendidih. Teko ini menggunakan prinsip tekanan. Air yang mendidih mengubah wujud cairnya menjadi wujud gas, karena gas bertambah, maka tekanan akan bertambah besar, dan tekanan ini berubah menjadi tenaga yang mendorong gas untuk melewati lorong sempit dan energinya sebagian diubah menjadi energy bunyi yang terdengat sebagai “siulan”, sehingga menjadi indicator bahwa air di dalam teko sudah mendidih.
2. Mesin uap. Mesin ini secara sederhana menghasilkan uap yang dimampatkan. Semakin                                 bermanffa ,maka tekanan gas semakin besar, ketika gas ini dibebaskan keluar dalam suatu lubang yang sempit, maka gas ini akan menggerakkan mesin. Sehingga, semakin besar tekanan gas yang bisa dihasilkan, semakin besar pula tenaga yang dihasilkan.
3.  Balon jika ditiup kemudian tutup balon dilepaskan, maka udara dalam balon akan keluar dan  mendorong balon untuk bergerak kesana dan kemari. Dalam skala yang besar, prinsip ini digerakkan untuk menaikkan roket ke luar angkasa dengan kecepatan fantastis, minimal roket harus bergerak 11 km setiap detiknya supaya roket tidak jatuh kembali ke bumi, tetapi bisa lepas ke luar angkasa. Bayangkan betapa besar tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan roket yang beratnya ribuan ton itu.
Disini dapat kira ambil suatu prinsip, yaitu semakin besar tekanan, maka tenagapun akan semakin besar. Jika kita menariknya ke dalam alam rohani, kita akan menyadari satu prinsip dalam pertumbuhan orang percaya.
Orang percaya tidak ada yang tidak bisa lepas dari “tekanan” yaitu beban, pergumulan, masalah, dan lain-lain. Tekanan ini sangat berguna bagi kehidupan rohani orang percaya, karena dibalik tekanan ini akan dihasilkan satu kekuatan rohani. Boleh dikatakan bahwa semakin besar tekanan yang pernah dialami oleh orang percaya, maka kita bisa melihat semakin besar juga kekuatan rohaninya, artinya orang tersebut semakin mengenal jalan-jalan Tuhan, semakin dekat dengan Tuhan dan semakin dewasa dalam rohani.
Tekanan demi tekanan, Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan orang percaya adalah untuk kebaikan orang percaya tersebut, yaitu untuk menghasilkan manusia yang rohani dan dewasa. Tekanan yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kira ternyata sudah dibatasi olehNya sehingga kita pasti dapat menanggungnya.
Tetapi terkadang, jika kira melihat pengalaman kira, seringkali tekanan yang menimpa hidup kira ini dihadapi dengan keluhan, sering dihadapi dengan pemberontakan dan sering dihadapi dengan melarikan diri dari tekanan, padahal menurut prinsip rohani (yang dinyatakan dalam prinsip fisika tentang tekanan) tekanan itu berguna untuk membangkitkan kekuatan rohani kita atau untuk membuat kita semakin dewasa di dalam Tuhan. Disini kita harus mengakui kelemahan kita padaNya dan mullah belajar memandang “tekanan” hidup dalam cara pandang Allah. tingkat yang lebih tinggi lagi.

G.    Perkembangan Ilmu Kaitannya dengan Agama
Perkembangan IPTEK merupakan penghadiran paling jelas akan kehendak
dan kekuatan manusia sebagai tuan atas alam semesta dan hidupnya. Keberhasilan
IPTEK dalam memecahkan berbagai persoalan hidup menyadarkan manusia akan otonomi dan daya kemampuannya sendiri. Banyak orang modern merasa tidak memerlukan campur tangan yang ilahi untuk memecahkan persoalan hidup di dunia ini. Bahkan, tidak sedikit orang yang secara terus terang menyangkal yang ilahi karena menganggap bahwa yang ilahi itu hanyalah khayalan manusia. Hal ini juga terjadi dalam dunia akademis. Tidak sedikit mahasiswa yang meragukan peran agama atau bahkan secara terang-terangan menyatakan bahwa iman dan
agama tidak lagi diperlukan. Manusia yang secara diam-diam atau terang-terangan meninggalkan Allah telah merasuk suatu agama baru, yaitu keyakinan terhadap teknologi mutakhir yang menjamin adanya masa depan yang lebih cerah.
Ahmad Tafsir mengatakan bahwa ada dua kekuatan yang mempengaruhi dunia, yaitu agama dan filsafat. Dua kekuatan besar ini bersaing untuk mempengaruhi manusia dengan janji-janji keselamatan dan kemajuan. Filsafat telah melahirkan beragam ilmu, mulai dari ilmu-ilmu sosial-humaniora (social sciences) sampai ilmu-ilmu alam (natural sciences). Namun, dalam sejarahnya, di antara keduanya (agama dan filsafat) sering terjadi problematika sehingga membuat keduanya tidak bersatu (integrasi) untuk memecahkan masalah kemanusiaan yang kompleks. Problematika agama dan sains, setidaknya dapat dirunut mulai Abad Pertengahan, yakni sejak abab III M. jika dihitung sejak lahirnya Plotinus (204 M). Pada awal Abad Pertengahan terjadi persaingan antara sains (yang merupakan warisan filsafat Yunani) dengan agama (Kristen) yang berusaha membentuk formulasi teologis. Upaya formulasi teologis dilakukan karena, sebagaimana dikatakan Frederick Mayer, terdapat beberapa alasan. Pertama, munculnya beberapa pendapat tentang doktrin agama sehingga cenderung memicu perpecahan. Kedua, adanya kebutuhan membentengi agama Kristen dari serangan luar, terutama filsafat Yunani yang menganggap Kristen sebagai agama yang penuh tahayul dan doktrin kebenarannya dinilai lebih rendah dari filsafat. Ketiga, kebutuhan akan adanya penjelasan rasional dan sistematis atas doktrin Kristen guna didakwahkan kepada kaum intelektual.
Meskipun demikian, agama tidak sepenuhnya terkubur karena perkembangan sains yang luar biasa di Abad Modern. Sebagaimana yang dikatakan Ian Barbour, antara agama dan sains, sebenarnya, terdapat empat varian hubungan, yaitu konflik, independen, dialog, dan integrasi. Memang dalam hubungan konflik, agama menegasikan sains, bagitu juga sebaliknya, sains menegasikan agama. Masingmasing mengakui kebenarannya sendiri-sendiri. Namun juga ada hubungan independensi, di mana antara agama dan sains, masing-masing mengakui eksistensi atau wilayah garapan yang berbeda bahkan terdapat hubungan dialog, di mana di antara sains dan agama terdapat kesamaan dalam beberapa hal yang dapat didialogkan sehingga bisa saling mendukung. Terakhir, antara agama dan sains terdapat hubungan integrasi, yaitu agama bisa memanfaatkan temuan-temuan sains mutakhir untuk merumuskan konsep teologinya, sehingga agama dan sains tidak berlawanan.
Di samping itu, perlawanan dari ulama ortodoks terhadap sains pada akhirnya menciptakan sistem dikotomik antara ilmu-ilmu agama yang berasal dari al-Qur‟an dan ilmu-ilmu non-agama (umum) yang berasal dari pengamatan empiris dan rasionalisasi. Dikotomisasi ilmu ini sampai saat ini masih bisa dilihat pada institusiinstitusi pendidikan di negara-negara Islam, termasuk Indonesia. Dikotomisasi ini pula yang menyebabkan kemunduran sains di dunia Islam.20 Jika mengikuti klasifikasi Harun Nasution mengenai perkembangan ilmu dalam Islam, maka perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga zaman, yakni Zaman Klasik (650-1250 M), Zaman Pertengahan (1250-1800 M), dan Zaman Modern (1800-seterusnya).
Upaya dalam mencari titik temu Islam dan sains salah satunya yaitu dengan cara mengubah pendekatan dikotomik-atomistik dan sektarian ke pendekatan yang integratif interdisciplinary, seperti yang diusung Amin Abdullah akhir-akhir ini. Pendekatan ini tidak sekadar mengakui sains Islam, tetapi merangkul seluruh disiplin keilmuan untuk menjalin koneksi, saling menyapa, membangun dialog, saling koreksi, dan saling memberi masukan yang berarti.

H.    Perkembangan Ilmu Kaitannya dengan Teknologi
Perkembangan dunia IPTEK yang demikian pesatnya telah membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Sistem kerja robotis telah mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang menakjubkan. Begitupun dengan telah ditemukannya formulasi-formulasi baru aneka kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia.
Pancasila sebagai falsafah negara mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan IPTEK dewasa ini dan di masa yang akan datang sangat cepat, makin menyentuh inti hayati dan materi di satu pihak, serta menggapai angkasa luas dan luar angkasa di lain pihak, lagi pula memasuki dan mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan institusi budaya. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi yang tidak dibarengi dengan dasar-dasar Pancasila yang kuat justru akan menjadi aspek penghancur bangsa, terutama dari segi moralitas dan mentalitas. Perubahan dan perkembangan tekhnologi yang terlampau deras menyebabkan terlalu mudahnya informasi dari seluruh penjuru dunia masuk ke dalam bangsa kita. Segala kemudahan dalam berinteraksi juga semakin tidak dapat dibendung lagi. Hal tersebut didukung dengan adanya perkembangan gadget yang menyediakan layanan-layanan dan berbagai fasilitas canggih untuk berkomunikasi. Sesungguhanya semua kemajuan ini sangat membantu dan meringankan kita dalam melakukan aktivitas. Pekerjaan akan semakin cepat terselesaikan dan menghemat waktu serta tenaga. Kini tiada lagi jarak yang berarti dalam bertukar informasi. Kehidupan di dalam masyarakat semakin nyaman dan menyenakan. Masyarakat madani pun akan semakin mudah tercapai, walaupun di sisi lain hal ini merupakan suatu tantangan bagi bangsa kita untuk dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan tekhnologi. Sebab tak kan tercipta masyarakat madani apabila perkembangan dan kemajuan tekhnologi kita masih terbelakang dan hanya bertumpu kepada bangsa asing. Masyarakat akan selalu tergantung kepada pihak lain dan bertolak dari kemandirian serta cenderung akan mendekati masyarakat yang konsumtif.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang. Dalam proses perbaikan dari segala segi kehidupan, baik dalam segi sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan tekhnilogi serta budaya. Pembanguan demi pembanguan sarana dan prasarana selalu digalakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dengan harapan agar bangsa kita tidak tertinggal dengan bangsa-bangsa lain. Walaupun semua itu dengan pengorbanan yang sangat besar. Negara harus berhutang kepada negara donatur untuk setiap pembanguan dan kemajuan IPTEK bangsa. Hasilnya dapat kita nikmati sekarang. Bangsa Indonesia tidak kalah majunya dengan negara-negara tetangga. Berbagai fasilitas publik telah tersedia demi meunjang jalan perekonomian bangsa. Barang-barang canggih banyak didatangkan dari luar negeri. Mulai dari perabotan rumah tangga sampai kendaraan bermotor. Namun, seiring dengan kemajuan pendidikan di Indonesia. Sekarang sebagian masyarakat Indonesia sudah dapat merakitnya sendiri, walaupun masih mengimpor bahan dasarnya. Ini, setidaknya Indonesia terus mengikuti perkembangan dan kemajuan tekhnologi. Sehingga tidak heran jika mulai terdapat berbagai barang elektronik buatan anak bangsa. Memang terasa sangat membanggakan mendengarnya. Namun, tanpa kita sadari dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang begitu santernya kita mulai melupakan akan apa tujuan dari yang kita lakukan ini. Padahal hal ini tercantum jelas dalam landasan ideologi bangsa kita (Pancasila) bahwa mengembangkan iptek haruslah secara beradab. Tercantum dalam sila kedua yang berbunyi ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Perkembangan dan kemajuan IPTEK seharusnya diwujudkan untuk keadilan dan kehidupan yang beradab serta bermoral. Dengan segala fasilitas dan kemudahan yang ada seharusnya menyokong kita untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita, bukannya sebagai alat menindas atau berbuat kejahatan serta kecurangan bagi mereka yang memegang penguasaan akan IPTEK. Di sinilah betapa pentingnya landasan Pancasila yang kental dalam setiap hati nurani anak bangsa Indonesia agar tidak akan timbul penyalahgunaan perkembangan dan kemajuan IPTEK dalam kehidupan masyarakat. Seperti yang dapat kita lihat dalam kehidupan keseharian. Berbagai macam informasi dapet dengan mudah disebarkan kepada khalayak. Seseorang yang berniat jahat kepada orang lain dapat dengan mudah untuk menghancurkan nama baiknya. Misalnya dengan menyebarkan sms-sms fiktif yang isinya menjatuhkan atau memberikan berita miring tentang orang tersebut dikarenakan dendam pribadi ataupun sakit hati.
Fenomena lain yang sangat mengkhawatirkan adalah kalangan remaja bahkan anak-anak dapat dengan mudah memperoleh informasi tentang apa saja yang mereka inginkan, padahal informasi itu bukanlah porsi yang tepat bagi mereka. Banyak kenakalan remaja terjadi, seperti pacaran kelewat batas yang menyebabkan MBA (Married by Accident). Itu semua berawal dari informasi yang seharusnya belum ia terima pada seusianya. Hal tersebut menyebabkan timbul keinginan untuk mencoba-coba. Hal yang paling mencengangkan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) menunjukan bahwa sebesar 96% siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota-kota besar sudah pernah menonton video porno yang mereka dapat mengaksesnya dengan mudah dari internet. Dengan tanpa dibarengi pengawasan dari orang tua yang ketat serta kekuatan iman dan taqwa, perkembangan IPTEK justru menjadi malapetaka bagi generasi penerus bangsa.
Peristiwa-peristiwa tersebut tidak akan terjadi apabila masing-masing individu memegang teguh dasar-dasar Pancasila. Penanaman Pendidikan Pancasila sejak usia dini merupakan antisipasi awal dalam membangun filter bagi perkembangan dan kemajuan IPTEK yang terlamapau deras. Sehingga moral dan mental anak bangsa justru tidak melorot menghadapinya di tengah-tengah perubahan zaman. Dasar-dasar Pancasila dijadikan sebagai tameng untuk penangkal hal-hal yang buruk dalam perkembangan IPTEK. Lima sila yang terdapat dalam Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang merupakan suatu rumusan kompleks dan menyeluruh dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian diharapan dapat tercipta kehidupan masyarakat yang adil, beradab dan sejahtera, serta menyuluruh di setiap elemen lapisan masyarakat. 
Dalam bidang informasi dan komunikasi telah terjadi kemajuan yang sangat pesat. Dari kemajuan dapat kita rasakan dampak positipnya antara lain:
a. Kita akan lebih cepat mendapatkan informasi-informasi yang akurat dan terbaru di bumi bagian manapun melalui  internet
b. Kita dapat berkomunikasi dengan teman, maupun keluarga yang sangat jauh hanya dengan melalui handphone
c. Kita mendapatkan layanan bank yang dengan sangat mudah. Dan lain-lain.
Disamping keuntungan-keuntungan yang kita peroleh ternyata kemajuan kemajuan teknologi tersebut dimanfaatkan juga untuk hal-hal yang negatif, antara lain:
a. Pemanfaatan jasa komunikasi oleh jaringan teroris (Kompas)
b. Penggunaan informasi tertentu dan situs tertentu yang terdapat di internet yang bisa disalah gunakan fihak tertentu untuk tujuan tertentu
c. Kerahasiaan alat tes semakin terancam Melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet.
d. Kecemasan teknologi, selain itu ada kecemasan skala kecil akibat teknologi komputer. Kerusakan komputer karena terserang virus, kehilangan berbagai file penting dalam komputer inilah beberapa contoh stres yang terjadi karena teknologi. Rusaknya modem internet karena disambar petir.

I.       Perkembangan Ilmu Kaitannya dengan Sosial dan Budaya
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dewasa ini mencapai kemajuan pesat sehingga peradaban manusia mengalami perubahan yang luar biasa. Pengembangan iptek tidak dapat terlepas dari situasi yang melingkupinya, artinya iptek selalu berkembang dalam suatu ruang budaya. Perkembangan iptek pada gilirannya bersentuhan dengan nilai-nilai budaya dan agama sehingga di satu pihak dibutuhkan semangat objektivitas, di pihak lain iptek perlu mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan agama dalam pengembangannya agar tidak merugikan umat manusia. Kuntowijoyo dalam konteks pengembangan ilmu menengarai bahwa kebanyakan orang sering mencampuradukkan antara kebenaran dan kemajuan sehingga pandangan seseorang tentang kebenaran terpengaruh oleh kemajuan yang dilihatnya. Kuntowijoyo menegaskan bahwa kebenaran itu bersifat non-cumulative (tidak bertambah) karena kebenaran itu tidak makin berkembang dari waktu ke waktu. Adapun kemajuan itu bersifat cumulative (bertambah), artinya kemajuan itu selalu berkembang dari waktu ke waktu. Agama, filsafat, dan kesenian termasuk dalam kategori non-cumulative, sedangkan fisika, teknologi, kedokteran termasuk dalam kategori cumulative (Kuntowijoyo, 2006: 4). Oleh karena itu, relasi iptek dan budaya merupakan persoalan yang seringkali mengundang perdebatan.
Relasi antara iptek dan nilai budaya, serta agama dapat ditandai dengan beberapa kemungkinan sebagai berikut. Pertama, iptek yang gayut dengan nilai budaya dan agama sehingga pengembangan iptek harus senantiasa didasarkan atas sikap human-religius. Kedua, iptek yang lepas sama sekali dari norma budaya dan agama sehingga terjadi sekularisasi yang berakibat pada kemajuan iptek tanpa dikawal dan diwarnai nilai human-religius. Hal ini terjadi karena sekelompok ilmuwan yang meyakini bahwa iptek memiliki hukum-hukum sendiri yang lepas dan tidak perlu diintervensi nilai-nilai dari luar. Ketiga, iptek yang menempatkan nilai agama dan budaya sebagai mitra dialog di saat diperlukan. Dalam hal ini, ada sebagian ilmuwan yang beranggapan bahwa iptek memang memiliki hukum tersendiri (faktor internal), tetapi di pihak lain diperlukan faktor eksternal (budaya, ideologi, dan agama) untuk bertukar pikiran, meskipun tidak dalam arti saling bergantung secara ketat.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya dan agama dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengakomodir seluruh aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demikian pula halnya dalam aktivitas ilmiah. Oleh karena itu, perumusan pancasila sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas ilmiah di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat niscaya.S ebab pengembangan ilmu yang terlepas dari nilai ideologi bangsa, justru dapat mengakibatkan sekularisme, seperti yang terjadi pada zaman Renaissance di Eropa. Bangsa Indonesia memiliki akar budaya dan religi yang kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan masyarakat sehingga manakala pengembangan ilmu tidak berakar pada ideology bangsa, sama halnya dengan membiarkan ilmu berkembang tanpa arah dan orientasi yang jelas.
Bertitik tolak dari asumsi di atas, maka das Sollen ideologi pancasila berperan sebagai leading principle dalam kehidupan ilmiah bangsa Indonesia. Para Ilmuwan tetap berpeluang untuk mengembangkan profesionalitasnya tanpa mengabaikan nilai ideologis yang bersumber dari masyarakat Indonesia sendiri.
1.    Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pengertian pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Kedua, bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilainilai pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri. Ketiga, bahwa nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia. Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu).
2.         Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi di sekitar kita ibarat pisau bermata dua, di satu sisi iptek memberikan kemudahan untuk memecahkan berbagai persoalan hidup dan kehidupan yang dihadapi, tetapi di pihak lain dapat membunuh, bahkan memusnahkan peradaban umat manusia. Contoh yang pernah terjadi adalah ketika bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia Kedua. Dampaknya tidak hanya dirasakan warga Jepang pada waktu itu, tetapi menimbulkan traumatik yang berkepanjangan pada generasi berikut, bahkan menyentuh nilai kemanusiaan secara universal. Nilai kemanusiaan bukan milik individu atau sekelompok orang atau bangsa semata, tetapi milik bersama umat manusia.
Pentingnya pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke dalam hal-hal sebagai berikut. Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi para ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat dengan politik global ikut mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
Disamping semua itu, akibat kemajuan teknologi banyak terjadi berbagai kasus sosial dan budaya diantaranya:.
a. Perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol. Data yang tertulis dalam buku Megatrend for Women : From Liberation to Leadership yang ditulis oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya 
b. Meningkatnya rasa percaya diri. Kemajuan ekonomi di negara-negara Asia melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan dan kemajuan ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri  sebagai suatu  bangsa  akan  semakin  kokoh.  Bangsa-bangsa Barat tidak lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.
c. Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras.
 
Meskipun demikian kemajuan teknologi juga mempunyai dampak negatif pada aspek budaya, diantaranya:
a. Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”.
b. Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
c. Pola interaksi antar manusia yang berubah. Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan telpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar. 
d. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung internet (warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.
e. Perubahan Tata Nilai
Berbagai penemuan teknologi telah membawa perubahan yang begitu cepat dalam tata kehidupan masyarakat. Perubahan itu antara lain cara orang bekerja, gaya hidup, dan tata nilai masyarakat. Berbagai penemuan dan penerapan teknologi telah membuka fase industrialisasi. Teknologi dan industrialisasi cenderung mempercepat tempo kehidupan, pengangkutan serba cepat, dan komunikasi secepat kilat.
Ciri masyarakat industrialis akan samgat tergantung pada produk teknologi. Ketergantungan ini telah mendorong pada pilihan-pilihan yang terkait dengan reward (keuntungan) dan cost (biaya). Untuk mencapai kesejahteraan hidup, orang cenderung untuk mendapatkan keuntungan dan memperkecil biaya. Hal ini telah mengarahkan manusia ke dalam paham materialisme. Akibatnya, ketergantungan manusia terhadap sesamanya semakin berkurang. Ikatan sosial tradisional akan semakin luntur dan beralih pada ikatan kepentingan dengan pertimbangan untung dan rugi. Muncullah tata nilai budaya yang individual materialistik. Nilai-nilai kegotong-royongan, terutama di lingkungan masyarakat kota mulai melemah. 
f. Adanya Kesenjangan Sosial
Perkembangan industri dapat meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan kerja. Tetapi juga memunculkan kesenjangan sosial di masyarakat. Muncullah kelompok masyarakat pemilik modal yang kaya bahkan menjadi konglomerat, tetapi juga ada kelompok masyarakat yang tidak memiliki ketrampilan. Mereka yang tidak menguasai teknologi akan semakin ketinggalan dan hidup miskin. Terjadilah jurang perbedaan yang begitu dalam antara si kaya dan si miskin. Hal ini dapat mendorong kecemburuan sosial dan kerawanan keamanan. 
g. Berkembangnya Kenakalan Remaja dan Kriminalitas
Perkembangan dan penerapan iptek telah mendorong terjadinya globalisasi. Dengan berbagai macam media, setiap orang termasuk para remaja mudah kena pengaruh nilai budaya lain, termasuk tingkah laku kekerasan. Media massa dan terutama televisi disebut-sebut sebagai salah satu media yang sangat besar pengaruhnya, khususnya bagi remaja dan manusia pada umumnya.
 Muncullah kenakalan remaja antara lain karena adanya pengaruh dari luar melalui media massa termasuk film-film di televisi. Begitu juga berbagai bentuk kriminalitas juga dipengaruhi oleh media massa. Demikian uraian mengenai dampak penerapan IPTEK terhadap lingkungan hidup. Jadi, jelas penerapan IPTEK memiliki banyak keuntungan, tetapi juga ada dampak negatif yang harus dicari jalan pemecahannya. Selain dampak positif, perkembangan sistem informasi, komunikasi, dan transportasi juga memiliki dampak yang negative.

J.      Perkembangan Ilmu Kaitannya dengan Nilai Kemanusiaan
Hubungan ilmu dengan kemanusiaan sangatlah erat sekali dikarenakan ilmu bisa berkembang karena keberadaan manusia,manusia mewujudkan sifat-sifat baiknya untuk memelihara kelangsungan hidup ini didunia dan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya juga dengan ilmu. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an bahwa manusia diciptakan oleh Alloh sebagai kholifah di bumi sebagai wakil tuhan untuk menjaga kehidupan di dunia.
Ilmu pada dasarnya mengungkap realitas sebagaimana adanya.Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan alternatif kepada manusia untuk mengambil suatu keputusan yang menurut dirinya menjadi keputusan yang terbaik, walaupun nantinya keputusan itu dianggap kurang tepat oleh manusia lain. Akan tetapi hakikat kebenaran pastinya akan dimanfaatkan oleh manusia secara umum karena sifat daripada kebenaran yang mengungkap adalah waktu.
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang mempelajari alam sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya: untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan ? dimana batas wewenang penjelejahan keilmuan? Kearah mana pengembangan keilmuan harus diarahkan? Pertanyaan ini jelas tidak merupakan urgensi ilmuwan seperti Copernicus, Galileo, dan ilmuwan seangkatannya, namun bagi ilmuwan yang hidup dalam abad kedua puluh yang telah mengalami dua kali perang dunia dan hidup dalam bayangan perang dunia ketiga, pertanyaan-pertanyaan tidak dapat dielakkan. Dan untuk menjawab pertanyaan ini maka ilmuwan berpaling kepada hakikat moral. Banyaknya kejadian yang melanda umat manusia dewasa ini, manusia semakin menyadari bahwa manfaat ilmu sangat penting membentuk etika, moral, norma, dan kesusilaan.
Arti kesusilaan menurut Leibniz filsuf pada zaman modern berpendapat bahwa kesusilaan adalah hasil suatu “ menjadi” yang terjadi di dalam jiwa. Perkembangan dari nafsu alamiah yang gelap sampai kehendak yang sadar, yang berarti sampai kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh lengkap, disebabkan oleh aktivitas jiwa sendiri. Apa yang benar-benar kita kehendaki telah terkandung sebagai benih di dalam nafsu alamiah yang gelap. (Harun Hadiwijoyo, 1990, hlm. 44-45). Oleh karena itu, tugas kesusilaan pertama ialah meningkatkan perkembangan itu dalam diri manusia sendiri. Kesusilaan hanya berkaitan dengan batin kita.
Dalam kehidupan yang serba teknologi ini, manusia dapat mengalami alienasi, manusia tidak lagi hidup secara langsung bebas dengan lingkunagnnya, tetapi secara berangsur-angsur hidup dikelilingi oleh teknologi, organisasi dan sistem yang diciptakan sendiri. Memang berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia dapat bangkit dari tekanan berat alam yang selalu mengganggunya, akan tetapi secara sistematis mulai tergantung pada hasil ciptaannya dan organisasinya. Dominasi alam dapat dilepaskan, tetapi teknologi dan birokrasinya bangkit dengan dominasi dan kekuatannya yang dahsyat menguasai dan menjadikannya tergantung dan lemah.
Dalam menghadapi situasi demikian itulah orang mulai sadar dengan datangnya krisisi kehidupan dewasa ini, dalam arti struktur kehidupan sosial tidak mampu lagi memberikan pemecahan yang diharapkan, untuk menjamin kelestarian sistem kehidupan itu sendiri. Bagi Indonesia, tantangan ini bukan saja terbatas pada bagaimana menghindari kecenderungan-kecenderungan dasar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut di atas yang telah dirasakan oleh masyarakat Barat, melainkan juga bagaimana membentuk struktur sosial budaya yang mampu menghadapinya. Hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab ideologi dan strategi pembangunan nasional, tetapi juga tugas agama dan budaya secara institusional.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Depdiknas. 2005. Landasan Teoridalam Pengembangan Metode Pengajaran. Materi Pelatihan Terintegrasi Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdik-nas Dirjen Pendasmen Direktorat Pend. LanjutanPertama.
Edy Chandra. 2016. Perkembangan sains abad 20. Jakarta: Artikel Fisika.
Giancoli, Douglas C.. 2014. Fisika: Prinsip dan Aplikasi Edisi ke 7 Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Gail, Jones, & Carter, Glende. 2007. Science Teachers Attitudes and Beliefs. Dalam
Handbook of Research On Science Education, hal 1067-1104. Eds. Sandra K. Abell and Norman G.Lederman. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Hasbullah Bakry. 1986. Sistematika Filsafat, Jakarta, Wijaya.
Kemble, E. C. (1966). Physical science, its structure and development. Messachusetts : The M.I.T Press.
Kneller, George F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. New York: John Wiley & Sons, Inc. Kneller, George F. 1984. Movements of Thought in Modern Education. New York: John Wiley & Sons.
Ledermann, Norman, 2007, Nature of Science past, present and future Dalam Handbook of
Research On Science Eduction, hal. 831-879
Martin, Michael. 1991. Science Education and Moral Education. Dalam History,
Philosophy, and Science Teaching, hal. 102-113; ed. Michael Matthews. Toronto & NY: OISE Press, Teacher College Press.
Mundilarto. (2002). Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: JICA FMIPA UNY
Rusli. 2013. Pendidikan Fisika untuk Abad ke 21: Kesadaran, Wawasan, Kedalaman, Etika Bandung: Jurnal Fisika.
Suparno, Paul. 2012. Sumbangan Pendidikan Fisika terhadap Pembangunan Karakter
Bangsa. Yogyakarta: USD.
Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Suseno, Magnis F.1995. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

PENDIDIKAN FISIKA DITINJAU DARI HAKIKAT ILMU

HAKIKAT PENDIDIKAN FISIKA A.     Esensi Pendidikan Fisika Fisika modern telah membawa pengaruh yang dalam pada hampir semua aspek keh...