Senin, 19 Februari 2018

KING LEARNING

MODEL PEMBELAJARAN KING LEARNING
(Know Investigate Narrate Gain)

A.    PENDAHULUAN
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku – buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita kedalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. (Trianto, 2010: 22)
            Arends menyatakan , ”The term teaching model refers to a particular particular approach to instruction that includes its goals, syntax, ebvironment,and management system”. Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. (Trianto, 2010: 22)
            Model pembelajaran KING Learning ini merupakan model yang berpusat pada siswa atau student centered dimana siswa diajak untuk menemukan fenomena fisika dalam kehidupan sehari-hari untuk dikaitkan dengan konsep fisika yang dipelajari yang nantinya akan di investigasi kemudian di presentasikan di depan kelas yang akhirnya semua siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna. KING sendiri adalah singkatan dari tahapan pembelajaran yang akan dilakukan yaitu Know, Investigate, Narrate, dan Gain.

B.     TEORI YANG MENDUKUNG
Pembelajaran sains tidak dapat menghindar dari hakikat sains itu sendiri. Sains dapat dipandang sebagai a body of knowledge, a way of thinking, and a way of investigating (Chiappetta & Kobala, 2010).
A body of knowledge (sains sebagai sekumpulan pengetahuan), hasil penemuan dari kegiatan kreatif para ilmuan selama berabad-abad dikumpulkan dan disusun secara sistemik menjadi kumpulan pengetahuan yang dikelompokkan sesuai dengan bidang kajiannya. Kumpulan pengetahuan tersebut berupa: fakta, konsep, prinsip, hokum teori maupun model.
A way of thinking (sains sebagai cara berpikir), sains merupakan aktifitas manusia yang ditandai dengan proses berpikir yang berlangsung di dalam pikiran orang-orang yang berkecimpung dalam bidang itu.
A way of investigating (sains sebagai cara penyelidikan), sains sebagai cara penyelidikan memberikan ilustrasi tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam menyususn pengetahuan.
Orang yang ingin memahami fenomena alam dan hukum-hukum yang berlaku harus mempelajari objek-objek dan kejadian-kejadian di alam. Sehingga pembelajaran sains harus dapat memfasilitasi peserta didik berfikir dan berbicara serta bekerja melalui minds-on dan hands-on science. Oleh karena itu, berpikir dan berbicara melalui minds-on dan memperoleh, menguji serta memvalidasi informasi ilmiah melalui hands-on science harus menjadi pertimbangan utama dalam melaksanakan pembelajaran sains.
Pembelajaran sains ditempuh melalui siklus belajar sains. Siklus belajar sains, dikenalkan pertama kali oleh Karplus dan Their (Lawson, 1995: 160) dalam buku panduan guru pada program Science Curriculum Improvement Study di sekitar awal Tahun 1970. Siklus belajar ini dilakukan melalui tiga fase; exploration, invention, dan discovery. Tahap exploration dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada peserta didik melakukan eksplorasi bahan-bahan atau ide-ide baru dengan bimbingan atau harapan minimal terhadap prestasi tertentu. Pada tahap ini, peserta didik bisa belajar melalui reaksi spontan mereka sendiri tentang topik baru. Dalam tahap invention, guru mengenalkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori baru. Tahap discovery dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada peserta didik menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru.
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada penciptaan semirip mungkin dengan situasi “dunia nyata”. Melalui pembelajaran kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran. Sehubungan dengan itu, Suprijono (2011: 79) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Penjelasan ini dapat dimengerti bahwa pembelajaran kontekstual adalah strategi yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran melalui proses memberikan bantuan kepada siswa dalam memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.
Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009: 18) menjelaskan secara rinci prinsip pembelajaran kontekstual sebagai berikut: (1) menekankan pada pemecaham masalah; (2) mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja; (3) mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali; (4) menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa; (5) mendorong siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama; dan (6) menggunakan penilaian otentik.
Merujuk pada prinsip-prinsip di atas, maka pembelajaran kontekstual berorientasi pada upaya membantu siswa untuk menguasai tiga hal, yakni: (1) pengetahuan, yaitu apa yang ada di pikirannya membentuk konsep, definisi, teori, dan fakta; (2) kompetensi atau keterampilan, yaitu kemampuan yang dimiliki untuk bertindak atau sesuatu yang dapat dilakukan; dan (3) pemahaman kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan cara bagaiman menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata.
Kemudian teori yang mendukung pentingnya mengaitkan materi pembelajaran dengan lingkungan nyata yaitu teori dari piaget. Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya (Dahar, 1989)
Pada model KING Learning ini diharapkan siswa dapat menemukan fenomena nyata yang khas yang ada dilingkungannya atau biasa disebut local wisdom. Kemudian mengaitkan secara kontekstual kedalam konsep fisika. Secara umum local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Local Wisdom, dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. (Sartini dalam Ayatrohaedi, 1986)
Model KING Learning juga mengarahkan siswa untuk melakukan investigasi atau penyelidikan terhadapap fenomena yang mereka temukan. Investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkan dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil.
Investigasi merupakan sebuah bentuk pembelajaran yang berasal dari jamannya John Dewey. Kemudian dikembangkan oleh Thelan dan diperluas serta dipertajam oleh Shlomo, Yael Sharan, dan RachelLazarowitz.
Dewey menjadi sangat terkenal karena pandangan-pandangannya tentang filfsafat pendidikan. Pandangan-pandangan yang dikemukakan banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan modern di Amerika. Ketika ia pertama kali memulai eksperimennya di Universitas Chicago, ia mulai mengkritik tentang sistem pendidikan tradisional yang bersifat determinasi. Bagi Dewey, kehidupan  masyarakat yang berdemokratis adalah dapat terwujud bila dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih menjadi suatu kebiasaan yang baik. Ia mengatakan bahwa ide pokok demokratis adalah pandangan hidup yang dicerminkan dengan perluanya pastisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup bersama.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Dewey menekankan pentingnya kebebasan akademik dalam lingkungan pendidikan. Ia dengan secara tidak langsung menyatakan bahwa kebebasan akademik diperlukan guna mengembangkan prinsip demokrasi di sekolah yang bertumpuh pada interaksi dan kerja sama, berdasarkan pada sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain; berpikir kreatif menemukan solusi atas problem yang dihadapi bersama, dan bekerja sama untuk merencanakan dan melaksanakan solusi. Secara implisit hal ini berarti sekolah demokratis harus mendorong dan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, merancang kegiatan dan melaksanakan rencana tersebut. Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat dengan formulai-formulasi secara sarat teoritis yang tertib.
Pendidikan  harus pula mengenal hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara eksperimen dan refleksi. Pendidikan yang merupakan kontiunitas dari refleksi atas pengalaman juga akan mengembangkan moralitas dari anak-anak didik. Dengan demikian belajar dalam arti mencari pengetahuan, merupakan suatu proses yang berkesinambungan.
Menurut Sharan dan Slavin ”karakteristik unit investigasi kelompok ada pada integrasi dari empat fitur dasar yaitu investigasi, interaksi, penafsiran, dan motivasi intrinsik”. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1)      Investigasi Investigasi dimulai ketika guru memberikan masalah. Disaat melakukan penelitian mereka untuk mencari jawaban masalah, siswa mencari pengetahuan yang mereka peroleh untuk mendapatkan informasi, gagasan, ketertarikan dan pengalaman yang masing-masing mereka bawa ketika mengerjakan tugas.
2)      Interaksi Interaksi diantara siswa adalah siswa saling memberikan dorongan, saling mengembangkan gagasan, saling membantu untuk memfokuskan perhatian mereka terhadap tugas, dan saling mempertentangkan gagasan. Menurut Thalen bahwa interaksi sosial dan intelektual merupakan cara yang digunakan siswa untuk mengolah lagi pengetahuan personal mereka dihadapan pengetahuan baru yang didapatkan oleh kelompok, selama berlangsungnya penyelidikan.
3)      Penafsiran Pada saat para siswa menjalankan penelitian, mereka secara individual, berpasangan dan mereka mengumpulkan informasi dari berbagai sumber berbeda. Mereka bertemu anggota kelompok untuk bertukar informasi dan gagasan. Bersama-sama mereka mencoba membuat penafsiran atas hasil penelitian mereka. Penafsiran atas temuan-temuan yang telah mereka gabung merupakan proses negosiasi antara tiap-tiap pengetahuan pribadi siswa dengan pengetahuan baru yang dihasilkan, dan antara tiaptiap siswa dengan gagasan dan informasi yang diberikan oleh anggota lain dalam kelompok itu. Dalam konteks ini, penafsiran merupakan proses sosial intelektual yang sesungguhnya.
4)      Motivasi Intrinsik Dengan mengundang siswa untuk menghubungkan masalah-masalah yang akan mereka selidiki berdasarkan keingintahuan, pengetahuan dan perasaan mereka, informasi yang mereka perlukan. Penyelidikan mereka mendatangkan motivasi kuat lain yang muncul dari interaksi mereka dengan orang lain. (Dahar, 1989)
Bruner menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkikan manusia menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.  Menurut Bruner mempelajari pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan dapat diinternalisasi dalam pikiran orang tersebu. Tahap tersebut Bruner membagi 3 yaitu : (1) tahap enaktif, suatu pengetahuan yang dilakukan secara aktif dengan menggunakan benda-benda kongkrit atau menggunakan situasi nyata. (2) tahap ikonik, suatu pengetahuan yang diwujudkan dalam bentuk bayangan visual, gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan kongkrit. (3) tahap simbolik yaitu tahap pembelajaran yang direpresentasikan dalam bentuk symbol-simbol yang abstrak. (Dahar, 1989)
Ketiga tahap dalam mempelajari pengetahuan menurut buner tersebut memiliki proses belajar yang sama dengan pemblajaran kontekstual dimana pembelajaran dengan menggunakan benda- benda nyata (kongrit) kemudian kebentuk visual atau gambar kemudian ke bentuk simbol. Jadi dalam pembelajaran siswa terlibat aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip secara mandiri dalam memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk membangun dan menemukan pengetahuannya sendiri, sementara guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam menemukan dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan komponen kontekstual.
Dalam penggunaan model KING Learning diharapakan siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna karena sudah mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari , juga sudah menginvestigasinya dengan kemampuan sendiri dan kelompok.
Asubel membedakan antara kegiatan belajar yang bermakna dan kegiatan belajar yang tidak bermakna. Menurut Ausubel belajar bermakna adalah suatu proses belajar yaitu informasi (pengetahuan) baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Ausubel mengemukakan dua prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam penyajian materi bagi pebelajar, yaitu:
  1. Prinsip diferensial progresif yang menyatakan bahwa dalam penyajian materi pembelajaran bagi pebelajar, materi atau gagasan yang bersifat paling umum atau paling inklusif harus disajikan terlebih dahulu, sesudah itu baru disajikan materi atau gagasan yang lebih detail
  2. Prinsip rekonsilasi integrative yang menyatakan bahwa materi atau informasi yang baru dipelajari perlu direkonsilasikan dan diintegrasikan dengan materi atau informasi yang sudah lebih dahulu dipelajari pada bidang keilmuan yang bersangkutan.
Sehubungan dengan prinsip yang dikemukan dari pandangan Ausubel bahwa cara belajar yang efektif adalah cara belajar yang mengupayakan adanya pemahaman terhadap struktur materi atau bidang ilmu yang dipelajari. Hal ini sejalan dengan pembelajaran kontekstual yang tujuan dalam pembelajaran bahwa siswa dapat belajar dengan aktif.
Karena perpaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian didalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dimana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikanya serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.

C.    TUJUAN
Tujuan utama dalam penerapan model KING Learning adalah agar siswa dapat membangun dan mengaitkan fenomena dalam kehidupan sehari-hari ke dalam konsep fisika yang sedang dipelajari. Kemudian agar siswa dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai  pendapat dan memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Sehingga diharapkan pembelajaran yang siswa lakukan dapat bermakna.

D.    SINTAKS
Fase I   : Know
Pada fase ini siswa dibimbing oleh guru untuk menemukan dan mengetahui fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep fisika yang hendak dipelajari

Fase II  : Investigate
Pada fase ini siswa menginvestigasi temuan mereka tentang fenomena alam yang berkaitan dengan konsep fisika dengan cara mempelajari konsep yang terkait dengan penemuan mereka, kemudian mengolah informasi dan data yang diperoleh. Guru memonitor aktivitas siswa yang sedang menginvestigasi masalah.

Fase III : Narrate
Pada tahap ini siswa menceritakan hasil investigasi mereka kepada teman-temannya dengan bahasa mereka sendiri.

Fase IV : Gain
Pada fase ini siswa mendapatkan konsep yang mereka cari sendiri  dan guru memberikan penguatan materi kepada siswa

Tabel Kegiatan Siswa dan Guru dalam Pelaksanaan Model King Learning
Sintaks
Kegiatan Siswa
Kegiatan Guru
Fase I   : Know
Siswa menemukan dan mengetahui fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep fisika yang hendak dipelajari
Guru membimbing siswa untuk menemukan dan mengetahui fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep fisika yang hendak dipelajari
Fase II  : Investigate
siswa menginvestigasi temuan mereka tentang fenomena alam yang berkaitan dengan konsep fisika, kemudian mengolah informasi dan data yang diperoleh.
Guru memonitor aktivitas siswa yang sedang menginvestigasi masalah dengan berkeliling ke tiap kelompok untuk mengetahui apa yang sedang mereka lakukan
Fase III : Narrate

siswa menceritakan hasil investigasi mereka kepada teman-temannya dengan bahasa mereka sendiri.
Guru membimbing siswa ketika mereka menceritakan hasil investigasinya dan memberikan apresiasi kepada siswa karena telah menceritakan hasil investigasinya
Fase IV : Gain
siswa mendapatkan konsep yang mereka cari sendiri dan siswa memeperhatikan penguatan materi yang diberikan oleh guru
Guru memberikan penguatan materi kepada siswa dan membenarkan hasil investigasi siswa jika terjadi miskonsepsi. Sehingga pembelajaran bisa bermakna bagi siswa.




E.     SISTEM PENGELOLAAN DAN LINGKUNGAN BELAJAR
setiap model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. model KING Learning memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedia meja dan kursi yang mudah dipindahkan, karena nantinya akan berkelompok. sistem pengelolaan dan lingkungan belajar  pada saat penggunaan model KING Learning dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
Tahap Pembukaan
ü  Guru membuka pelajaran dengan salam dan berdoa.
ü  Kemudian guru memberikan apersepsi untuk membuat siswa termotivasi mengikuti pembelajaran.
ü  Kemudian guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang
Tahap Inti
Fase Know
ü  Siswa dibimbing oleh guru untuk mencari dan menemukan fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari mereka yang berkaitan dengan konsep fisika yang sedang dipelajari. Setiap kelompok diharapkan punya fenomena yang berbeda.
Fase Investigate
ü  Siswa tiap kelompok menginvestigasi fenomena alam yang sudah mereka temukan dan ketahui dengan cara mengaitkannya dengan konsep fisika yang ada dalam buku atau media yang sudah disiapkan oleh guru. Kemudian mereka berdiskusi dengan teman kelompoknya untuk mengolah informasi dan data yang didapatkan, sampai mereka memahami konsep fisika yang terkait dengan fenomena alam yang mereka temukan.
Fase Narrate
ü  Siswa tiap kelompok menceritakan hasil investigasi mereka kepada teman-teman sekelasnya dengan menggunakan bahasa mereka sendiri yang mudah dipahami oleh teman-temannya.
Fase Gain
ü  Siswa mendapatkan konsep yang mereka cari sendiri  dan guru memberikan penguatan materi kepada siswa sehingga pembelajaran menjadi bermakna
Tahap Pemnutupan
ü  Guru melakukan evaluasi dan refleksi
ü  Guru menutup pembelajaran dengan doa
DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi, 1986. Pendidikan dan Kepribadian Budaya Bangsa Jakarta pustaka jaya
Chiappetta & Kobala, 2010 Science Instruction In The Middle And Secondary School Developing Fundamental Knowledge And Skills. Pearson Education. Inc
Dahar Ranta Willis Pof. Dr.M.SC.1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Lawson, Anton E. (1995). Science Teaching and Development of Thinking. Belmont:
Wadsworth Publishing Company.
Slavin, E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practice. Massachusesttes: Allyn and Bacon Publishers.
Taniredja Tukiran, dkk. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta
Trianto, 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Erlangga
Zamroni M.A. 2001. Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society Yogyakarta: Bigraf Publishing


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDIDIKAN FISIKA DITINJAU DARI HAKIKAT ILMU

HAKIKAT PENDIDIKAN FISIKA A.     Esensi Pendidikan Fisika Fisika modern telah membawa pengaruh yang dalam pada hampir semua aspek keh...