MODEL
PEMBELAJARAN KING LEARNING
(Know
Investigate Narrate Gain)
A.
PENDAHULUAN
Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku – buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. selanjutnya
Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita kedalam
mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga
tujuan pembelajaran tercapai. (Trianto, 2010: 22)
Arends menyatakan , ”The term teaching model refers to a particular
particular approach to instruction that includes its goals, syntax,
ebvironment,and management system”. Istilah model pengajaran mengarah pada
suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. (Trianto, 2010: 22)
Model
pembelajaran KING Learning ini merupakan model yang berpusat pada siswa
atau student centered dimana siswa diajak untuk menemukan fenomena
fisika dalam kehidupan sehari-hari untuk dikaitkan dengan konsep fisika yang
dipelajari yang nantinya akan di investigasi kemudian di presentasikan di depan
kelas yang akhirnya semua siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna. KING
sendiri adalah singkatan dari tahapan pembelajaran yang akan dilakukan yaitu Know, Investigate, Narrate, dan Gain.
B.
TEORI YANG MENDUKUNG
Pembelajaran
sains tidak dapat menghindar dari hakikat sains itu sendiri. Sains dapat
dipandang sebagai a body of knowledge, a way of thinking, and a way of
investigating (Chiappetta & Kobala, 2010).
A body of knowledge
(sains sebagai sekumpulan pengetahuan), hasil penemuan dari kegiatan kreatif
para ilmuan selama berabad-abad dikumpulkan dan disusun secara sistemik menjadi
kumpulan pengetahuan yang dikelompokkan sesuai dengan bidang kajiannya.
Kumpulan pengetahuan tersebut berupa: fakta, konsep, prinsip, hokum teori
maupun model.
A way of thinking
(sains sebagai cara berpikir), sains merupakan aktifitas manusia yang ditandai
dengan proses berpikir yang berlangsung di dalam pikiran orang-orang yang
berkecimpung dalam bidang itu.
A way of investigating
(sains sebagai cara penyelidikan), sains sebagai cara penyelidikan memberikan
ilustrasi tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam menyususn
pengetahuan.
Orang
yang ingin memahami fenomena alam dan hukum-hukum yang berlaku harus
mempelajari objek-objek dan kejadian-kejadian di alam. Sehingga pembelajaran
sains harus dapat memfasilitasi peserta didik berfikir dan berbicara serta
bekerja melalui minds-on dan hands-on science. Oleh karena itu, berpikir dan
berbicara melalui minds-on dan memperoleh, menguji serta memvalidasi informasi
ilmiah melalui hands-on science harus menjadi pertimbangan utama dalam
melaksanakan pembelajaran sains.
Pembelajaran
sains ditempuh melalui siklus belajar sains. Siklus belajar sains, dikenalkan
pertama kali oleh Karplus dan Their (Lawson, 1995: 160) dalam buku panduan guru
pada program Science Curriculum Improvement Study di sekitar awal Tahun 1970.
Siklus belajar ini dilakukan melalui tiga fase; exploration, invention, dan discovery.
Tahap exploration dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada peserta didik
melakukan eksplorasi bahan-bahan atau ide-ide baru dengan bimbingan atau
harapan minimal terhadap prestasi tertentu. Pada tahap ini, peserta didik bisa
belajar melalui reaksi spontan mereka sendiri tentang topik baru. Dalam tahap
invention, guru mengenalkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori
baru. Tahap discovery dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada peserta didik
menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru.
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
berorientasi pada penciptaan semirip mungkin dengan situasi “dunia nyata”.
Melalui pembelajaran kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk
memahami materi pelajaran. Sehubungan dengan itu, Suprijono (2011: 79)
menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Penjelasan ini dapat dimengerti bahwa pembelajaran kontekstual
adalah strategi yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran melalui
proses memberikan bantuan kepada siswa dalam memahami makna bahan pelajaran
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan
mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.
Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009: 18) menjelaskan secara
rinci prinsip pembelajaran kontekstual sebagai berikut: (1) menekankan pada
pemecaham masalah; (2) mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks
seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja; (3) mengajar siswa untuk memantau
dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar yang aktif dan
terkendali; (4) menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa; (5)
mendorong siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama; dan
(6) menggunakan penilaian otentik.
Merujuk pada prinsip-prinsip di atas, maka pembelajaran
kontekstual berorientasi pada upaya membantu siswa untuk menguasai tiga hal,
yakni: (1) pengetahuan, yaitu apa yang ada di pikirannya membentuk konsep,
definisi, teori, dan fakta; (2) kompetensi atau keterampilan, yaitu kemampuan
yang dimiliki untuk bertindak atau sesuatu yang dapat dilakukan; dan (3)
pemahaman kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan cara bagaiman menggunakan
pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata.
Kemudian teori yang mendukung pentingnya mengaitkan materi
pembelajaran dengan lingkungan nyata yaitu teori dari piaget. Menurut Piaget,
perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil
perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara
orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang
diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu
adanya kemampuan
atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan
keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Piaget menyatakan
bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula
pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya (Dahar,
1989)
Pada
model KING Learning ini diharapkan siswa dapat menemukan fenomena nyata
yang khas yang ada dilingkungannya atau biasa disebut local wisdom. Kemudian
mengaitkan secara kontekstual kedalam konsep fisika. Secara umum local wisdom
(kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan
diikuti oleh anggota masyarakatnya. Local Wisdom, dalam disiplin antropologi
dikenal istilah local genius. Local genius merupakan istilah yang mula pertama
dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar
pengertian local genius ini (Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio
mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity,
identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu
menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. (Sartini
dalam Ayatrohaedi, 1986)
Model
KING Learning juga mengarahkan siswa untuk melakukan investigasi atau
penyelidikan terhadapap fenomena yang mereka temukan. Investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang,
dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat
membandingkan dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat
diperoleh satu atau lebih hasil.
Investigasi
merupakan sebuah bentuk pembelajaran yang berasal dari jamannya John Dewey.
Kemudian dikembangkan oleh Thelan dan diperluas serta dipertajam oleh Shlomo,
Yael Sharan, dan RachelLazarowitz.
Dewey
menjadi sangat terkenal karena pandangan-pandangannya tentang filfsafat
pendidikan. Pandangan-pandangan yang dikemukakan banyak mempengaruhi
perkembangan pendidikan modern di Amerika. Ketika ia pertama kali memulai
eksperimennya di Universitas Chicago, ia mulai mengkritik tentang sistem
pendidikan tradisional yang bersifat determinasi. Bagi Dewey, kehidupan masyarakat yang berdemokratis adalah dapat
terwujud bila dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih menjadi suatu
kebiasaan yang baik. Ia mengatakan bahwa ide pokok demokratis adalah pandangan
hidup yang dicerminkan dengan perluanya pastisipasi dari setiap warga yang
sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup bersama.
Sehubungan
dengan hal tersebut maka Dewey menekankan pentingnya kebebasan akademik dalam
lingkungan pendidikan. Ia dengan secara tidak langsung menyatakan bahwa
kebebasan akademik diperlukan guna mengembangkan prinsip demokrasi di sekolah
yang bertumpuh pada interaksi dan kerja sama, berdasarkan pada sikap saling
menghormati dan memperhatikan satu sama lain; berpikir kreatif menemukan solusi
atas problem yang dihadapi bersama, dan bekerja sama untuk merencanakan dan melaksanakan
solusi. Secara implisit hal ini berarti sekolah demokratis harus mendorong dan
memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk aktif berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan, merancang kegiatan dan melaksanakan rencana tersebut.
Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat dengan formulai-formulasi secara
sarat teoritis yang tertib.
Pendidikan harus pula mengenal hubungan yang erat antara
tindakan dan pemikiran, antara eksperimen dan refleksi. Pendidikan yang
merupakan kontiunitas dari refleksi atas pengalaman juga akan mengembangkan
moralitas dari anak-anak didik. Dengan demikian belajar dalam arti mencari
pengetahuan, merupakan suatu proses yang berkesinambungan.
Menurut Sharan
dan Slavin ”karakteristik unit investigasi kelompok ada pada integrasi dari
empat fitur dasar yaitu investigasi, interaksi, penafsiran, dan motivasi
intrinsik”. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1)
Investigasi Investigasi dimulai ketika guru memberikan masalah.
Disaat melakukan penelitian mereka untuk mencari jawaban masalah, siswa mencari
pengetahuan yang mereka peroleh untuk mendapatkan informasi, gagasan,
ketertarikan dan pengalaman yang masing-masing mereka bawa ketika mengerjakan
tugas.
2)
Interaksi Interaksi diantara siswa adalah siswa saling memberikan
dorongan, saling mengembangkan gagasan, saling membantu untuk memfokuskan
perhatian mereka terhadap tugas, dan saling mempertentangkan gagasan. Menurut
Thalen bahwa interaksi sosial dan intelektual merupakan cara yang digunakan
siswa untuk mengolah lagi pengetahuan personal mereka dihadapan pengetahuan
baru yang didapatkan oleh kelompok, selama berlangsungnya penyelidikan.
3)
Penafsiran Pada saat para siswa menjalankan penelitian, mereka
secara individual, berpasangan dan mereka mengumpulkan informasi dari berbagai
sumber berbeda. Mereka bertemu anggota kelompok untuk bertukar informasi dan
gagasan. Bersama-sama mereka mencoba membuat penafsiran atas hasil penelitian
mereka. Penafsiran atas temuan-temuan yang telah mereka gabung merupakan proses
negosiasi antara tiap-tiap pengetahuan pribadi siswa dengan pengetahuan baru
yang dihasilkan, dan antara tiaptiap siswa dengan gagasan dan informasi yang
diberikan oleh anggota lain dalam kelompok itu. Dalam konteks ini, penafsiran
merupakan proses sosial intelektual yang sesungguhnya.
4)
Motivasi Intrinsik Dengan mengundang siswa untuk menghubungkan
masalah-masalah yang akan mereka selidiki berdasarkan keingintahuan,
pengetahuan dan perasaan mereka, informasi yang mereka perlukan. Penyelidikan
mereka mendatangkan motivasi kuat lain yang muncul dari interaksi mereka dengan
orang lain. (Dahar, 1989)
Bruner menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif
yang memungkikan manusia menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan
kepada dirinya. Menurut Bruner mempelajari
pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan dapat
diinternalisasi dalam pikiran orang tersebu. Tahap tersebut Bruner membagi 3
yaitu : (1) tahap enaktif, suatu pengetahuan yang dilakukan secara aktif dengan
menggunakan benda-benda kongkrit atau menggunakan situasi nyata. (2) tahap
ikonik, suatu pengetahuan yang diwujudkan dalam bentuk bayangan visual, gambar,
atau diagram yang menggambarkan kegiatan kongkrit. (3) tahap simbolik yaitu
tahap pembelajaran yang direpresentasikan dalam bentuk symbol-simbol yang
abstrak. (Dahar, 1989)
Ketiga tahap dalam mempelajari pengetahuan menurut buner
tersebut memiliki proses belajar yang sama dengan pemblajaran kontekstual
dimana pembelajaran dengan menggunakan benda- benda nyata (kongrit) kemudian
kebentuk visual atau gambar kemudian ke bentuk simbol. Jadi dalam pembelajaran
siswa terlibat aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip secara mandiri dalam
memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk membangun dan menemukan pengetahuannya
sendiri, sementara guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam menemukan
dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan komponen kontekstual.
Dalam penggunaan model KING
Learning diharapakan siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna karena
sudah mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari , juga sudah
menginvestigasinya dengan kemampuan sendiri dan kelompok.
Asubel membedakan antara
kegiatan belajar yang bermakna dan kegiatan belajar yang tidak bermakna.
Menurut Ausubel belajar bermakna adalah suatu proses belajar yaitu informasi
(pengetahuan) baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki
seseorang yang sedang belajar. Ausubel
mengemukakan dua prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam penyajian materi
bagi pebelajar, yaitu:
- Prinsip diferensial progresif yang
menyatakan bahwa dalam penyajian materi pembelajaran bagi pebelajar,
materi atau gagasan yang bersifat paling umum atau paling inklusif harus
disajikan terlebih dahulu, sesudah itu baru disajikan materi atau gagasan
yang lebih detail
- Prinsip rekonsilasi integrative yang
menyatakan bahwa materi atau informasi yang baru dipelajari perlu
direkonsilasikan dan diintegrasikan dengan materi atau informasi yang
sudah lebih dahulu dipelajari pada bidang keilmuan yang bersangkutan.
Sehubungan
dengan prinsip yang dikemukan dari pandangan Ausubel bahwa cara belajar yang
efektif adalah cara belajar yang mengupayakan adanya pemahaman terhadap
struktur materi atau bidang ilmu yang dipelajari. Hal ini sejalan dengan
pembelajaran kontekstual yang tujuan dalam pembelajaran bahwa siswa dapat
belajar dengan aktif.
Karena
perpaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian didalam pembelajaran
kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dimana
siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikanya serta memiliki
tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan
pengalaman dan pengetahuan mereka.
C.
TUJUAN
Tujuan
utama dalam penerapan model KING Learning adalah agar siswa dapat membangun dan mengaitkan
fenomena dalam kehidupan sehari-hari ke dalam konsep fisika yang sedang
dipelajari. Kemudian agar siswa dapat belajar secara berkelompok bersama
teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberi
kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan
pendapat mereka secara berkelompok. Sehingga diharapkan pembelajaran yang siswa
lakukan dapat bermakna.
D.
SINTAKS
Fase I : Know
Pada fase ini
siswa dibimbing oleh guru untuk menemukan dan mengetahui fenomena alam dalam
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep fisika yang hendak
dipelajari
Fase II : Investigate
Pada fase ini
siswa menginvestigasi temuan mereka tentang fenomena alam yang berkaitan dengan
konsep fisika dengan cara mempelajari konsep yang terkait dengan penemuan
mereka, kemudian mengolah informasi dan data yang diperoleh. Guru memonitor
aktivitas siswa yang sedang menginvestigasi masalah.
Fase III : Narrate
Pada tahap ini
siswa menceritakan hasil investigasi mereka kepada teman-temannya dengan bahasa
mereka sendiri.
Fase IV : Gain
Pada fase ini
siswa mendapatkan konsep yang mereka cari sendiri dan guru memberikan penguatan materi kepada
siswa
Tabel
Kegiatan Siswa dan Guru dalam Pelaksanaan Model King Learning
Sintaks
|
Kegiatan
Siswa
|
Kegiatan
Guru
|
Fase
I : Know
|
Siswa
menemukan dan mengetahui fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan konsep fisika yang hendak dipelajari
|
Guru
membimbing siswa untuk menemukan dan mengetahui fenomena alam dalam kehidupan
sehari-hari yang berkaitan dengan konsep fisika yang hendak dipelajari
|
Fase
II : Investigate
|
siswa
menginvestigasi temuan mereka tentang fenomena alam yang berkaitan dengan
konsep fisika, kemudian mengolah informasi dan data yang diperoleh.
|
Guru
memonitor aktivitas siswa yang sedang menginvestigasi masalah dengan
berkeliling ke tiap kelompok untuk mengetahui apa yang sedang mereka lakukan
|
Fase
III : Narrate
|
siswa
menceritakan hasil investigasi mereka kepada teman-temannya dengan bahasa
mereka sendiri.
|
Guru
membimbing siswa ketika mereka menceritakan hasil investigasinya dan
memberikan apresiasi kepada siswa karena telah menceritakan hasil investigasinya
|
Fase
IV : Gain
|
siswa
mendapatkan konsep yang mereka cari sendiri dan siswa memeperhatikan
penguatan materi yang diberikan oleh guru
|
Guru
memberikan penguatan materi kepada siswa dan membenarkan hasil investigasi
siswa jika terjadi miskonsepsi. Sehingga pembelajaran bisa bermakna bagi
siswa.
|
E.
SISTEM PENGELOLAAN DAN LINGKUNGAN BELAJAR
setiap
model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda.
model KING Learning memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel
seperti tersedia meja dan kursi yang mudah dipindahkan, karena nantinya akan
berkelompok. sistem pengelolaan dan lingkungan belajar pada saat penggunaan model KING Learning dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
Tahap Pembukaan
ü Guru membuka
pelajaran dengan salam dan berdoa.
ü Kemudian guru
memberikan apersepsi untuk membuat siswa termotivasi mengikuti pembelajaran.
ü Kemudian guru
membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang
Tahap Inti
Fase Know
ü Siswa dibimbing
oleh guru untuk mencari dan menemukan fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari
mereka yang berkaitan dengan konsep fisika yang sedang dipelajari. Setiap
kelompok diharapkan punya fenomena yang berbeda.
Fase Investigate
ü Siswa tiap
kelompok menginvestigasi fenomena alam yang sudah mereka temukan dan ketahui
dengan cara mengaitkannya dengan konsep fisika yang ada dalam buku atau media
yang sudah disiapkan oleh guru. Kemudian mereka berdiskusi dengan teman
kelompoknya untuk mengolah informasi dan data yang didapatkan, sampai mereka
memahami konsep fisika yang terkait dengan fenomena alam yang mereka temukan.
Fase Narrate
ü Siswa tiap
kelompok menceritakan hasil investigasi mereka kepada teman-teman sekelasnya
dengan menggunakan bahasa mereka sendiri yang mudah dipahami oleh
teman-temannya.
Fase Gain
ü Siswa
mendapatkan konsep yang mereka cari sendiri
dan guru memberikan penguatan materi kepada siswa sehingga pembelajaran
menjadi bermakna
Tahap
Pemnutupan
ü Guru melakukan
evaluasi dan refleksi
ü Guru menutup
pembelajaran dengan doa
DAFTAR
PUSTAKA
Ayatrohaedi, 1986. Pendidikan dan Kepribadian Budaya
Bangsa Jakarta pustaka jaya
Chiappetta
& Kobala, 2010 Science Instruction In The Middle And Secondary School
Developing Fundamental Knowledge And Skills. Pearson Education. Inc
Dahar Ranta
Willis Pof. Dr.M.SC.1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta :
Erlangga
Lawson, Anton
E. (1995). Science Teaching and Development of Thinking. Belmont:
Wadsworth Publishing Company.
Wadsworth Publishing Company.
Slavin, E.
1994. Educational Psychology: Theory and Practice. Massachusesttes:
Allyn and Bacon Publishers.
Taniredja
Tukiran, dkk. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta
Trianto, 2010. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Erlangga
Zamroni M.A. 2001.
Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society Yogyakarta:
Bigraf Publishing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar